"Adinda Rahma Dara Kinasih adalah seorang adik imut, ramah, dan manis. Pekerja keras tanpa rasa peduli rasa lelah di tubuh, walau di hati terkadang pernah juga menyerah.
Adik manis yang selalu butuh dukungan dari orang-orang yang dirasa nyaman untuk diajak berbagi dan senasib. Tak peduli kata orang, itulah yang selalu ada dalam pikirannya. Namun terkadang selalu kepikiran dengan perkataan orang tentang dirinya.
Dinda harus tetap semangat dengan kondisi kaki yang sekarang, karena Dinda masih bisa bebas berjalan tanpa bantuan kruk."
-Mas Aan
*
Namanya cukup panjang; Burhanuddin Muhammad Yusuf Annuri. Panggil saja dia Aan. Dia adalah putra Dokter Chandra Kusuma, dokter yang menangani saya sejak lahir hingga balita.
Saat kecil, saya mungkin pernah bertemu dengannya. Tapi sungguh, saya lupa. Kami justru dipertemukan lagi sekitar tahun 2013, lewat direct message di Twitter.
*
Namanya cukup panjang; Burhanuddin Muhammad Yusuf Annuri. Panggil saja dia Aan. Dia adalah putra Dokter Chandra Kusuma, dokter yang menangani saya sejak lahir hingga balita.
Saat kecil, saya mungkin pernah bertemu dengannya. Tapi sungguh, saya lupa. Kami justru dipertemukan lagi sekitar tahun 2013, lewat direct message di Twitter.
Bagaimana awal temu itu?
*
Beberapa waktu sebelumnya, ibu saya sempat bertandang ke rumah Dokter Chandra. Dokter menceritakan keseharian Mas Aan saat itu. Ibu pun turut membagi cerita tentang saya. Singkatnya, setelah itu ibu memberi saya nomor ponsel Dokter Chandra. Lalu, beliaulah yang memberikan nomor ponsel Mas Aan pada saya.
Sejak itu, kami cukup sering mengobrol. Tak hanya lewat SMS, tapi juga lewat Twitter. Mas Aan banyak bercerita seputar kondisi kakinya, tak lupa menyematkan kalimat-kalimat motivasi agar saya tetap bersemangat.
Kala itu, cuitan-cuitan Mas Aan di Twitter juga didominasi kalimat bijak yang disampaikan dengan gaya humor.
*
Selang beberapa tahun kemudian, saya tak lagi berkomunikasi dengan Mas Aan. Kabar terakhir yang saya dengar, dia sudah menikah, masih tinggal di Jakarta, dan masih mengelola toko sembakonya di sana.
Tokonya memiliki nama yang unik, yakni Warga DKI. Ini adalah akronim, yang kepanjangannya Warung Gaul Dapurnya Keluarga Indonesia.
Baru beberapa minggu lalu saya kembali menyapanya lewat direct message di Instagram. Tujuan awalnya untuk menanyakan alat bantu apa saja yang ia gunakan saat terapinya dulu.
*
Ya, Mas Aan memang punya jalan hidup dan perjuangan yang luarbiasa.
Mas Aan lahir prematur di usia kandungan tujuh bulan. Kondisi itu menyebabkan ia terkena hydrosephalus (tumor air).
Awalnya, dia menjalani operasi pada usia dua tahun di Indonesia.
Operasi ini bertujuan untuk mengangkat tumor air itu, dan juga pemasangan selang, agar cairan di kepala tidak merembes.
*
Kemudian, di usia sepuluh tahun, dia menjalani operasi kedua di Australia. Awalnya, operasi ini berjalan sukses, dan memasuki proses penyembuhan.
Akan tetapi, di tengah proses tersebut, ada keputusan dari dokter saraf di sana yang mengatakan bahwa selang harus dilepas. Keluarga Mas Aan pun setuju. Tapi ternyata, di malam harinya, ada cairan keluar dari bagian belakang kepala dan merembes ke bantal.
Tengah malam itu juga, Mas Aan terbaring lagi di meja operasi. Dokter memutuskan untuk memasang lagi selang itu di dalam tubuhnya. Gunanya adalah sebagai saluran pembuangan cairan dari belakang kepala menuju saluran kencing.
Sayangnya, dalam proses pemasangan selang itu terjadi kesalahan, hingga menyebabkan Mas Aan koma selama sebulan. Bahkan para dokter di sana telah memvonis dia meninggal.
*
Berkat rahmat Allaah SWT, Mas Aan bisa terbangun dari komanya. Tapi, kondisinya saat itu seperti orang sakit stroke. Seluruh badannya tak bisa digerakkan, juga tak bisa bicara. Hanya bisa mengedipkan mata saja.
Ahli fisioterapi dari rumah sakit tersebut pun didatangkan untuk memulihkan kondisi saraf Mas Aan. Tapi, hasilnya hanya kaki kanan saja yang normal. Di medio 1993 hingga 2003, dia masih bisa berjalan, meski dengan kaki kiri yang pincang.
*
Tapi, keluarga dan diri Mas Aan rupanya belum ingin menyerah. Di pertengahan tahun 2003, dia menjalani operasi untuk kaki kirinya. Harapannya, agar ia dapat berjalan dengan normal seperti orang lain.
Namun, operasi itu tak memberi hasil yang diharapkan. Kaki kiri Mas Aan dinyatakan lumpuh total. Dan harus menggunakan kruk untuk berjalan.
Selain itu, Mas Aan sempat memakai sepatu khusus juga. Sepatu itu didesain panjang sebelah, menyesuaikan bentuk kedua kakinya. Kaki kirinya lebih pendek daripada yang kanan. Maka, sepatu kiri ditambah ukurannya sekitar 13 sentimeter.
*
Jika ditotal, Mas Aan telah menjalani 13 kali operasi, baik untuk tumor air dan kakinya. Dan tentang selang, benda itu masih tertanam di dalam tubuhnya hingga kini.
Saat saya tanya, apakah selangnya tak boleh dilepas, ia membenarkan. Selang itu sudah telanjur menyatu dengan sarafnya. Sehingga bila dilepas akan mengakibatkan resiko yang besar.
*
Saya tak bisa berkata-kata saat membaca semua ceritanya ini. Tiga hal yang menjadi prinsipnya adalah; tak ingin dianggap berbeda, ingin mandiri, dan pantang menyerah dalam menjalani hidup.
Terimakasih untuk semua cerita hidup dan inspirasinya, Mas Aan. Your family must be so proud to have you in their life. Saya tunggu buku otobiografinya, ya. Harus ditulis! Jangan tunda![]
Nb. Cerita tentang Mas Aan dapat juga dibaca di sini.
5 Desember 2019
Adinda RD Kinasih
Jika ditotal, Mas Aan telah menjalani 13 kali operasi, baik untuk tumor air dan kakinya. Dan tentang selang, benda itu masih tertanam di dalam tubuhnya hingga kini.
Saat saya tanya, apakah selangnya tak boleh dilepas, ia membenarkan. Selang itu sudah telanjur menyatu dengan sarafnya. Sehingga bila dilepas akan mengakibatkan resiko yang besar.
*
Saya tak bisa berkata-kata saat membaca semua ceritanya ini. Tiga hal yang menjadi prinsipnya adalah; tak ingin dianggap berbeda, ingin mandiri, dan pantang menyerah dalam menjalani hidup.
Terimakasih untuk semua cerita hidup dan inspirasinya, Mas Aan. Your family must be so proud to have you in their life. Saya tunggu buku otobiografinya, ya. Harus ditulis! Jangan tunda![]
Nb. Cerita tentang Mas Aan dapat juga dibaca di sini.
5 Desember 2019
Adinda RD Kinasih
loading...
0 Komentar