Kita nggak pernah terlalu tua untuk melakukan apa yang kita suka.
-Raditya Dika
Saya menuliskan ini, masih dengan buncah rasa yang belum reda. Sebuah foto yang terpampang sebagai wallpaper laptop itu pun saya lihat sekali, dua kali, berulangkali. Masih ada takjub disertai rasa tak percaya.
Beberapa minggu lalu, sebuah kutipan yang saya dengar dari podcast Raditya Dika itu makin membulatkan tekad untuk pergi. Teringat tiket yang sudah dipesan, juga ijin yang cukup sulit didapatkan.
Empat Setengah Jam Sebelum Bertemu
26 April, pukul dua siang. Panasnya kawasan Menganti Gresik mengiringi laju mobil menuju wilayah Surabaya Barat. Sembari memperhatikan jalan dan traffic light, saya melongok ponsel.
Ada sebuah link share location yang dikirim oleh sebuah nomor WhatsApp bernama Marcellovers Admin. Rupanya itu link lokasi Surabaya Expo Center, tempat dihelatnya acara nanti malam.
"Nanti diajakin ketemu di Indomaret depan THR, Mas Hilmy."
Saya berujar pada kakak sepupu yang duduk di balik kemudi. Ia mengiyakan.
Sampailah kami di lokasi Indomaret yang dimaksud. Saya berusaha menghubungi nomor WhatsApp tadi. Tak lama kemudian, seorang wanita mendekat dan menyapa.
Saya baru sadar, ini adalah Mbak Widya Ika, yang baru-baru ini saya follow di Instagram karena (jujur saja) tertarik dan penasaran dengan tattoo di lengannya.
Obrolan dengan Mbak Widya terputus sejenak, karena Mas Hilmy memilih memarkirkan mobil dulu. Kami pun mengarah masuk ke gedung Surabaya Expo Center, dan mendapat tempat parkir di bagian atas.
Kemudian, kami kembali ke warung tenda di belakang Indomaret, tempat Mbak Widya menunggu.
Menyusuri parkiran yang jalannya menurun, menuruni tangga, melewati parkiran luar, menyeberang jalan, dan melintasi trotoar berhasil saya lalui, meski dengan sepasang kaki yang mulai terasa linu.
Meski awalnya ada rasa canggung, namun kemudian perkenalan saya dan Mbak Widya berjalan lancar.
Ternyata, Mbak Widya datang dari Sidoarjo bersama Mas Rio, suaminya, dan seorang gadis cantik yang saya kurang tahu siapa.
Kami pun kembali ke gedung Surabaya Expo Center untuk menukar tiket, setelah Mbak Widya berkata akan mengusahakan semuanya malam nanti.
Sejak saat ini, degup jantung saya terasa makin cepat.
Usai menukar tiket, saya menuju area VIP dan memilih nomor kursi di dekat pagar pembatas Festival. Sementara itu, Mas Hilmy memilih area Festival, seperti kategori tiket yang ia pilih sejak awal.
Di saat-saat inilah, saya bisa melihat bagaimana persiapan konser itu. Para kru hilir mudik naik turun panggung dan menyiapkan alat musik yang diperlukan.
Ada pula yang menyiapkan beberapa botol air mineral dan diletakkan di sudut-sudut panggung.
Dari layar lebar di hadapan saya, terputar video pendek yang menampilkan logo dan foto Dewa 19, The Lucky Laki, dan band lokal bernama J!LL yang akan tampil hari itu.
Tanpa terasa, senja mulai menyapa, seiring kumandang adzan yang terdengar tak jauh dari venue.
Saya masih berada di tempat yang sama, di kursi semula, dengan degup jantung yang enggan melambat. Suara di kepala pun terasa makin riuh saja.
Satu Jam Sebelum Bertemu
Selepas Isya, sepasang pembawa acara menyapa para penonton yang sudah mulai duduk di beberapa kursi VIP dan memadati area Festival. Rupanya sesaat lagi band pembuka akan tampil.
Band J!LL yang beranggotakan 5 orang perempuan ini meng-cover beberapa lagu milik Utopia, The Changcuters, Noah, dan Cokelat. Tak ketinggalan mereka juga membawakan beberapa karya mereka sendiri.
Antusiasme saya menonton sudah tersedot habis sejak tadi. Penampilan J!LL yang cukup sukses menggebrak panggung ternyata masih kalah dengan dentuman jantung saya yang enggan melambat.
Saya baru bisa sedikit tersenyum saat melihat Al El Dul naik panggung dan menyapa para penonton.
Beberapa kali saya melongok ponsel, namun benda itu tetap membisu. Pesan saya belum dibalas oleh Mbak Widya sejak satu setengah jam lalu.
Sementara itu, ternyata Mas Hilmy sudah sempat bertemu dengannya di area Festival. Mbak Widya bilang akan menemui saya sesaat sebelum Dewa 19 naik panggung.
Yaaa, tapi itu jam berapa?
Beberapa Menit Sebelum Bertemu
"Dinda!"
Sebuah seruan tertangkap telinga. Saya, yang tengah fokus melihat persiapan The Lucky Laki membawakan lagu berikutnya, langsung menoleh ke arah sumber suara.
Ternyata itu Mbak Widya, yang berdiri di dekat pagar Festival bersama Mas Rio.
Semangat saya yang tadinya menipis, jadi meninggi seketika saat melihat pasangan itu. Segera saya melangkah tertatih-tatih mendekati mereka.
"Gimana Mbak? Saya harus gimana?"
Tanya saya antusias bercampur penasaran, sekaligus panik. Mbak Widya tersenyum kecil sembari meminta saya untuk menunggu sebentar lagi. Dia pun beranjak setelah berkata akan mengambil access card.
Saya pun kembali menunggu, sambil berdiri dan berpegangan pada pagar. Rasanya sudah malas kembali duduk lagi. Dengan tak sabar, saya terus melihat ke arah Mbak Widya pergi tadi. Namun ia tak kunjung kembali, begitu pula Mas Rio.
Saya sedikit kesal saat dua orang polwan tiba-tiba menghalangi pandangan saya. Mereka sibuk merekam wajah Al Ghazali yang terpampang di layar lebar sambil memujinya tampan dengan histeris.
Tiba-tiba, ada yang menepuk bahu saya dari samping. Ternyata itu Mas Hilmy.
Tanpa banyak bicara, ia segera mengalungkan kartu berukuran sedang itu ke leher saya dan menggamit lengan saya. Sejenak saya terpana namun kemudian tersadar. 'Ini access card?'
Ketika Sosok Ello di Depan Mata
"Hai!"
Gerak kaki saya melambat saat seorang lelaki tampan menyambut ramah. Saya tersenyum dengan agak canggung.
Bukan, itu bukan Ello, tapi roadman manager-nya yang bernama Mas Sonny Febrians.
Hmm, pantas saja saya sudah familiar dengan wajahnya, karena ternyata sudah saya follow di Instagram.
Rasa takjub itu semakin menjadi saat kaki mendekat ke tenda putih. Dari pintu tenda yang terbuka sedikit, saya bisa melihat Mas Agung dan Mas Yuke, drummer dan bassist Dewa 19. Wow, rasanya tak percaya dengan apa yang saya lihat.
Sejenak kemudian, sosok tampan berambut gondrong dengan kaos hitam dan tattoo 4:20 yang khas di lengannya itu pun muncul, dan menyambut saya sambil tersenyum lebar.
Ya, dialah Marcello Tahitoe. Ello. Musisi yang saya sukai sejak tahun 2005. Dialah yang saya tunggu sejak tadi dan menjadi alasan utama saya datang ke sini.
"Apa kabar? Udah makan?"
Begitu tanyanya. Hal pertama yang terlintas di kepala saat melihatnya adalah, 'Wah, ternyata badannya tinggi sekali.' Hehehe.
Ada banyak perasaan yang tak terlukiskan saat hangatnya tangan Ello menyambut uluran tangan saya.
Rasa takjub itu makin menjadi-jadi, saat ia menanyakan nama saya, dan langsung mengingat saya dalam waktu singkat.
"Oh, itu kamu? Yang biasanya nulis caption
pakai Bahasa Inggris itu, kan?" Wah, akhirnya kita ketemu, ya, setelah kamu nggak bisa datang ke Anniversary Marcellovers di Tangerang waktu itu."
Mendengar tanggapannya, hati saya pun hangat seketika. Ternyata Ello mengingat saya sampai se-detail itu.
Tanpa menunggu waktu lama, penyanyi kelahiran 20 Februari ini langsung mengajak saya berfoto berdua.
Dengan santai, kedua tangannya membungkus tangan saya, sambil mendekatkan tubuhnya dan melempar senyum ke arah kamera.
Ya Tuhan, apa ini? Bagaimana ini? Tolong kuatkan saya, Tuhan. Jangan sampai saya pingsan di sini.
Sebenarnya, saya ingin mengobrol banyak dengannya saat itu, Tapi saya mengerti, dia akan segera naik panggung sebentar lagi bersama Dewa 19.
Maka, saya hanya ingin segera menyerahkan bingkisan kecil yang saya bawa, lalu pamit kembali ke tempat penonton.
Namun, lagi-lagi Ello melakukan hal yang tidak saya duga. Saat saya mengulurkan tangan ingin bersalaman untuk yang terakhir kalinya, putra bungsu Diana Nasution itu justru enggan melepaskan tangan saya.
"Nonton di mana tadi? Oh ya, VIP ada duduknya, ya."
"Tunggu. Kegiatan kamu apa aja? Nice, nice."
Begitu ucapnya saat saya bercerita sedikit tentang kegemaran menulis. Untuk beberapa saat, tiba-tiba saya kehabisan kata-kata dan hanya bisa memandanginya. Sepertinya Ello mengerti kalau saya grogi, jadi dia segera mengajak berfoto lagi.
"Oh ya. Selamat ya Kak, untuk album barunya."
Untunglah saya ingat untuk mengucapkan itu pada Ello. Lelaki yang sudah memiliki dua putri ini tersenyum lebih lebar sambil mengucapkan terima kasih.
Dia juga bertanya lagu manakah yang saya sukai. Binar mata itu makin jelas terlihat saat saya menyebut No Words sebagai lagu favorit saya.
Seusainya, saya segera mohon diri, sambil sekali lagi mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama." Jawab Ello ringan.
Tanpa saya duga, tangan kirinya memeluk bahu saya sejenak. Ya Tuhan, untung saja saya tidak pingsan setelah itu. Hehehe...
Di-Notice Ello dari Panggung
Dari backstage, saya langsung menuju foodcourt demi mencari segelas es teh.
Saya masih tak menyangka, dan berusaha mencerna apa yang terjadi barusan. Mas Hilmy hanya tertawa saat saya menanyainya, "Itu tadi beneran Ello?"
Setelah itu, saya kembali ke area VIP. Di panggung, Dewa 19 sudah bersiap membawakan lagu pertama. Berbekal access card tadi, kini Mas Hilmy pun bisa duduk di VIP.
Lagu pertama bertajuk Juliette dimainkan. Saya pun ikut larut dalam euforia penonton yang bernyanyi bersama.
Di tengah jeda menuju lagu kedua, sosok Ello berdiri di sisi kiri panggung.
Tatapan dan senyum lebarnya mengarah ke lajur tempat saya duduk. Dirinya sempat melambaikan tangan dan membuat lambang hati menggunakan tangan kanan yang ditempelkan ke pipinya. Saya pun turut melambaikan tangan dengan antusias.
Entah ini perasaan saya saja, atau memang benar Ello notice saya. Tapi yang pasti, hati saya berdesir sepanjang momen itu.
Lagu Pupus, Kamulah Satu-Satunya, dan Dewi pun turut dimainkan malam itu.
Saya sempat merinding saat para penonton kompak menyanyikan bagian chorus lagu Pupus. Gila, lagu ini sudah saya dengar sejak kelas 5 SD dan malam itu saya berkesempatan menyaksikan versi live-nya.
Memasuki lagu Under Pressure, saya dan Mas Hilmy memutuskan pulang, karena jam juga sudah semakin malam.
Sebenarnya ada sedikit sedih dan juga penasaran, bagaimana jika lagu Queen itu dibawakan secara live.
Tapi, semua yang terjadi hari ini sudah lebih dari cukup buat saya. Meski kemudian saya baru sadar kalau lupa meminta tanda tangan Ello di kaset album pertamanya yang sudah saya bawa.
Sepanjang perjalanan pulang, Mas Hilmy harus rela telinganya pengang karena saya berteriak histeris tanpa henti.
"MAS HIL, ITU TADI BENERAN ELLO? AKU TADI BENERAN FOTO SAMA DIA, NGOBROL SAMA DIA? HUWAAAA!!!"
Sesampainya di rumah, rupanya kejutan dari Ello belum berakhir. Ya, dia memberi komentar dan like di postingan feed Instagram saya, juga membalas DM saya. Yaampun, kenapa kebaikanmu tidak habis-habis, Kak?
Lewat catatan ini, tentunya saya ingin berterima kasih kepada beberapa orang yang telah dipilih Tuhan untuk membantu mewujudkan impian saya bertemu langsung dengan Ello setelah 20 tahun.
Terima kasih Mas Hilmy, yang sudah menemani saya sepanjang perjalanan dan banyak membantu saya selama di lokasi konser. Semoga kamu juga selalu diberi segala kebaikan dan kemudahan oleh-Nya.
Terima kasih ya; Mbak Widya, Mas Rio, Mas Sony Febrians, juga fanbase Marcellovers untuk kesempatan yang sangat langka dan menakjubkan ini. Hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan Anda semua.
Dan terakhir, tentu kata dan rasa terima kasih yang tak pernah selesai, untuk KakEllo. Ternyata hangatnya pribadimu itu sungguhan dan begitu nyata ya, Kak. Tak hanya terbaca lewat sosial media, namun juga bisa saya rasakan lewat genggaman tangan dan pelukan sekilasmu.
Semoga Tuhan selalu memberkatimu dengan banyak kebaikan dan kebahagiaan. Karena kebaikanmu juga sudah banyak membuat orang lain bahagia.[]
"Akhirnya jumpa kita. Take care ya! Nice to see you. Kalau ada kesempatan jumpa lagi kita."
- Marcello Tahitoe, April 2025
0 Komentar