Hujan dan Kenangan


Arsy-Ziva melantunkan Hujan dengan begitu indah, meski liriknya menguarkan luka begitu nyata.
Sejak mendengarkan bait pertama, hujan turut menderas di hatiku, membiarkan kenangan membentuk genangan di sana.

Jika Ziva bilang tidurnya tak nyenyak hari ini, aku justru belum terlelap saat ini.

Tugas artikel yang makin menumpuk tak sanggup kuhindari lagi. Bersama gunungan kenangan itu, tentunya.

Memaksa masuk, menjejali otakku yang sudah padat. Memenuhi sudut hati yang makin buluk

Ah, tidak. Nyatanya rombongan memori itu lebih tahu, bahwa kalbu akan selalu sediakan ruang baginya, dan masih seluas itu.

Seisi kepala pun tak kuasa melawan. Sekali lagi, kenangan bersorak menang.

Apa kabar?

Maaf jika itu yang pertama kutanyakan. Sebab, kini kabarmu hanya bisa kuterka-terka dari kilasan cerita di linimasa.

Hanya kelebat foto seputar rutinitas, panorama kota, opini, dan lengkung senyummu yang sempat terabadikan di sela perkumpulan diskusi.

Begitu jauh sudah kamu melangkah, melanglangbuana bersama senyum yang kelihatannya selalu cerah. Benarkah kamu sudah sebahagia itu?

Sedangkan aku di sini, terus mencoba sibukkan diri dengan hobi yang kini jadi profesi.

Benar katamu waktu itu, tak ada pekerjaan yang mudah. Bahkan, sebuah hobi pun tak bisa terlalu dinikmati lagi karena dikejar tenggat waktu.

Tapi, di sela rutinitas itu, aku terus berharap agar tak secepat itu menyerah.
Teringat kamu belasan tahun lalu, yang selalu pijarkan semangat untukku menekuni bidang ini.

Saat aku, yang hampir tak miliki semangat dan percaya diri, diperkenalkan Semesta denganmu dan berjuta mimpimu.

Kamu, yang selalu membaca semua tulisanku, tak peduli seberapa berantakan itu.
Kamu, yang pertama kali ajariku menulis non fiksi, aliran yang kini harus kutekuni.
Kamu dengan segala kritik pedasmu yang tersampaikan tanpa sungkan.

Kamu, yang membuatku berani memasuki dunia baru ini. Dunia yang masih kucintai sepenuh hati, meski nyatanya banyak kerikil dan ranjau di sepanjang jalannya.

Apa kabar?

Jika boleh kusapa, hanya lewat tulisan ini. Sebab, nyaliku sudah lama sirna untuk sekadar mengirimimu pesan di sosial media.

Hujan yang mulai sering datang, tak bisa menghapus segala kebaikan, kenangan, kritik saran, juga mimpi yang tak henti kamu pijarkan.

Rindu itu masih selalu ada, meski jarak telah lama kita renggangkan. Hujan pun tak sanggup menghapuskannya.
Kini, hanya lembar cerita lama yang tersisa dan masih selalu kubuka.

Terima kasih telah hadir kala itu, tak lelah membangkitkan asa yang seringkali pasang surut, terang redup, timbul tenggelam, mati nyala.

Semoga Tuhan selalu limpahkan banyak bahagia untukmu, sebagai balasan atas semua kebaikanmu.
Oh ya, masih bolehkah aku bertanya,
"Apa yang kamu ingat tentang hujan?"

15 Desember 2023
Inspired by a song by Arsy Widianto & Ziva Magnolya, Hujan

Posting Komentar

0 Komentar