Wallflower: Sebuah Usaha Adaptasi terhadap Pasar Musik Masa Kini



Perhelatan Anugerah Musik Indonesia baru saja digelar 13 Oktober lalu. Ada dua momen emas bagi saya di sana, yakni saat Glenn Fredly akhirnya dianugerahi Lifetime Achievement Award, juga Tulus (dan Ari Renaldi) yang sukses memborong tujuh piala. 

Diantaranya, kategori Penata Musik Lagu Pop Terbaik, Album Terbaik, Produser Rekaman Terbaik, Tim Produksi Suara Terbaik, Artis Solo Pria Pop Terbaik, Album Terbaik Terbaik, dan Karya Produksi Terbaik Terbaik. 

Ini sesuatu yang tak mengherankan buat saya. Album Manusia ini memang istimewa, seperti yang sempat saya bahas beberapa waktu lalu, di sini

Harus diakui, kejeniusan Tulus dalam meramu lirik indah dan mudah dihafal, juga warna suaranya yang sangat ramah di telinga. 

*** 

Album Manusia yang diapresiasi sedemikian besar, seketika membawa pikiran saya ke percakapan dengan seorang teman asal Bogor. Kami dipertemukan karena minat yang sama terhadap musik-musik Afgan.




Afgan, seperti diketahui, memulai karier sejak 2008. Hingga 2013, tiga album yang ia rilis didominasi tembang balada bertema cinta, dengan iringan akustik, piano, atau orkestra. Baru pada 2016, dalam SIDES, album keempatnya, ia mulai memberi nuansa baru.
Ada sejumlah lagu dengan melodi up-beat dan terdengar cukup 'nge-band'. Dua yang jadi favorit saya adalah yang berjudul X dan Berani Sadari. Bukan tanpa alasan saya menggemari dua tembang ini. 

*** 

X mengusung aransemen musik yang berbeda dari lagu-lagu Afgan sebelumnya. Lagu ini diwarnai nuansa R'nB. Ditambah lirik rap dari SonaOne, seorang rapper asal Malaysia. Namun, tembang X yang konon diilhami dari seorang mantan kekasih Afgan ini, tetap terasa "dekat" karena liriknya yang berbahasa Indonesia.
(Dengarkan X di sini). 

Berani Sadari, menghadirkan kolaborasi langka bersama Rayi Putra dan Yura Yunita. Saya bilang langka, karena tak pernah sedikit pun terlintas dalam pikiran Afgan akan punya karya bersama dua musisi ini. Bernuansa mirip dengan X, tapi terasa lebih Indonesia. Lirik lagu ini berisi banyak kata motivasi.
(Dengarkan Berani Sadari di sini). 

*** 




Di album selanjutnya, DEKADE yang dirilis 2018, ada pula sebuah lagu yang senada dengan dua di atas. Kali ini Afgan mengajak rapper perempuan asal Indonesia, Ramengvrl. Mereka berkolaborasi dalam lagu berjudul Take Me Back. Lirik dalam lagu ini merupakan perpaduan Bahasa Inggris dan Indonesia.
(Dengarkan Take Me Back di sini).

*** 




Memasuki tahun 2021, Afgan membuat terobosan baru. Ia pergi ke San Francisco, menuju sebuah label musik bernama Empire
Perjalanan ini dimulai akhir tahun 2020, dan ia menghabiskan waktu beberapa bulan di sana. 

Setelah melalui proses cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Wallflower lahir. Didominasi warna merah dan hitam, seluruh lagu dalam album ini beraransemen R'nB dan EDM. Semua liriknya berbahasa Inggris, ciri sebuah album internasional.




Single pertama bertajuk Say I'm Sorry dirilis Pebruari 2021. Mendengarkannya pertama kali, terasa sedikit asing. Terlebih dari aransemennya. Sejenak saya mencermati, ke mana perginya piano, gitar akustik, dan orkestra itu? 

Namun, begitu suara Afgan terdengar, rasa asing itu memudar pelan-pelan. Entah mengapa, lagu ini masih "terasa Afgan meski bukan Afgan banget"

Lagu lainnya yang dijagokan dalam album ini diberi judul M.I.A. Afgan berduet dengan Jackson Wang, seorang rapper dan musisi asal Hongkong. Lagu lainnya yang dibuat versi duet yaitu Touch Me Remix version, dibawakan bersama Robin Thicke, penyanyi asal Amerika. 

*** 

Namun, secara personal, yang paling saya suka di Wallflower justru dua lagu yang tak masuk hit single. Dua lagu ini yakni Bad dan Alone With You.




Bad menyuguhkan aransemen full band, seperti ada aliran poprock. Part solo gitar di awal lagu sungguh menggambarkan sisi Afgan yang berbeda. Belum pernah ada aransemen semacam ini pada lagu-lagu Afgan sebelumnya.
Secara lirik pun, Bad memiliki keunikan tersendiri. Menceritakan pengakuan seorang lelaki tentang betapa buruknya ia untuk dicintai.
Inilah cuplikan liriknya. 

Ah
Don't fall in love girl
You know I'm trouble for you
I got you like ah
Cause it feels so good
But I'll end up hurting you
You know I'm bad

(Dengarkan Bad di sini). 

*** 

Bicara Alone With You. Musiknya masih bernuansa R'nB, tapi terkesan lebih kalem dari lagu-lagu lainnya. Rupanya, lagu ini memang diilhami dari musik era 90an. Tidak heran, Afgan langsung antusias saat lagu ini ditawarkan padanya untuk direkam. Ia memang tumbuh bersama banyak lagu dan musisi di era 90an. Lirik Alone With You bercerita tentang pasangan yang telah merasa nyaman satu sama lain.
Inilah penggalan liriknya. 

Alone with you
No one else will do, I know
And when you're away, I can't replace you
And everyday they test my patience
Sometimes I wanna be alone
But I prefer to be alone with you

(Dengarkan Alone With You di sini).

*** 




Wallflower sudah masuk dalam daftar album favorit saya di Spotify sejak awal perilisannya. Namun, rasanya kurang lengkap jika tidak mengoleksi CDnya. Awalnya saya bimbang. Apakah untuk kali ini tak perlu punya CDnya, ya? Sebab sadar betul, untuk mendapatkan album ini harus rela merogoh kantong cukup dalam dan menunggu agak lama. 

Ya, berbeda dengan album-album terdahulu, Wallflower punya keistimewaan (dan kerumitan) tersendiri. Mengapa rumit? Sebab, versi CD album ini hanya beredar di Amerika Serikat dan Eropa. Entah kenapa. Mungkin karena seluruh lagu dalam album ini diproduksi oleh label musik di sana. 

Jadi, kaset CD Wallflower belum bisa langsung dibeli di Indonesia hingga kini, meskipun logo Trinity Optima Production, label musik Afgan di Indonesia juga tertera dalam keping CDnya. Jika dicari, album ini ada di toko online Indonesia, namun dengan harga selangit.

*** 

Tapi, bukan saya namanya jika tidak "nekat". Lewat sebuah direct message di Instagram, saya mem-follow dan menghubungi seseorang bernama @herrunic. Dari profil yang sempat saya telisik, ia juga seorang Afganisme dan tinggal di Surabaya. Rupanya benar, dia membuka jastip untuk kaset Wallflower ini. 

Saya pun beberapa kali mengirim pesan dengannya. Ada cukup banyak pertanyaan kala itu. Seputar harga kaset; yang sebenarnya masih cukup "wajar", proses pengiriman dari Amerika hingga tiba di Indonesia, proses pengiriman dari Surabaya ke Blitar, rincian biaya, hingga rincian biaya dan proses pembayaran.






Wah, apakah sudah benar-benar yakin akan membeli album ini? Belum! Setelah rangkai tanya-jawab itu, saya masih berpikir-pikir. Beli atau tidak, ya? Apalagi saat Herru menginformasikan adanya sedikit biaya tambahan. Waduh! 

Tapi, kemudian saya putuskan. Ya, saya akan membawa sekeping CD Wallflower ke kota ini, tepatnya ke sudut kamar saya.
Dari rangkaian pesan di Instagram dengan Herru di bulan Juni, sejak itu pula saya mengumpulkan uang untuk Wallflower

*** 

Siang separuh sore. Saya masih membersamai rutinitas itu. Di balik meja kasir, mengambilkan uang kembalian, mengamati hilir mudik pembeli, mengamati teman-teman yang sibuk mengambilkan barang, kadang diselingi mengobrol dengan teman di meja sebelah. Hingga tiba-tiba mata saya terarah pada mobil box sebuah perusahaan ekspedisi yang melintas, dan berhenti tak jauh dari depan toko. 




Kernyit di dahi saya membawa sebuah penasaran dan deg-degan. Ternyata benar. Sebuah kotak coklat sederhana sampai di hadapan. Saya sengaja meminta tolong seorang teman untuk membukanya. Justru dia yang lebih antusias bercampur heran, siapa gerangan yang mengirimi hadiah. Padahal ulangtahun saya sudah lewat. Saya hanya tersenyum. 

Senyum itu makin lebar saat kotak itu terbuka. Tak hanya merah meronanya Wallflower yang ada di sana. Ada pula dua photocard Afgan dan satu sachet kopi Good Day Chococinno. Akhirnya penantian itu usai. Selamat datang di kota ini, Wallflower! Semoga betah di kamar saya. 

*** 

Bagi saya, Wallflower adalah wujud adaptasi seorang Afgan terhadap pasar musik masa kini. Saat ini, genre R'nB semakin diminati dan punya penikmatnya sendiri. Selain itu, Wallflower juga merupakan album internasional pertama Afgan, tentunya. Itu yang membuat saya bangga.




Memang tak langsung meroket seperti Manusia-nya Tulus, tapi saya yakin Wallflower punya prosesnya sendiri untuk meninggi. Hingga kini, sudah ada empat videoklip yang dirilis, dan telah ditonton hingga enam juta orang di YouTube. Album ini pun telah di-stream 10 juta pendengar di Spotify, juga merajai sejumlah charts di iTunes dan Apple Music di berbagai negara. 

Keep shining, Afgan. Thank you for this Wallflower![] 

Oktober - November 2022
Adinda RD Kinasih 

Photos tells:
1. Tulus dan Ari Renaldi bersama piala AMI. Screencaptured from: AntaraNews Jogjakarta.
2. Cover album SIDES. Screencaptured from Spotify.
3. Cover album DEKADE. Screencaptured from Spotify.
4. Cover album Wallflower. Screencaptured from Instagram @afgan__
5. Komentar saya dalam videoklip Say I'm Sorry. Screencaptured from YouTube Channel Afgan.
6. Komentar saya untuk Wallflower Album Sampler. Screencaptured from YouTube Channel Afgan.
7. Wallflower on Spotify (and its CD). Lensed by me.
8. Resi pengiriman album Wallflower.
9. Kaset CD Wallflower. Lensed by me.





Posting Komentar

0 Komentar