Masa Sekolah (5) - Sekolah Menengah Atas




Masa putih abu-abu saya lewati di sebuah sekolah bernama MAN Kota Blitar. Jujur saja, awalnya saya terpaksa masuk ke sekolah ini. Entah kenapa. Tapi akhirnya saya jalani saja. Dan ternyata, sekolah ini memberikan banyak warna dan cerita yang tak pernah saya duga sebelumnya.

Saat kelas sepuluh, saya ada di kelas H. Tak terlalu banyak teman yang saya ingat di sini. Ada Diana, Evi, Sapto, Dwi Wisnu, Ishomudin, dan lainnya. Sungguh, saya lupa. Maafkan.

*

Jelang kenaikan kelas sebelas, saya sudah memutuskan akan masuk jurusan mana. Tak lain tak bukan, Bahasa. Ya, jurusan yang konon tak banyak diminati ini. Dua tahun berada di kelas ini memberi kesan tersendiri buat saya.

Di kelas ini saya kembali bertemu Anis Nur Hidayah. Tak hanya itu, ada Like Fitria dan Yuni Azizatul juga. Bangku saya dulu adalah di ujung kiri, samping jendela dan di depan meja guru.
Saya sebangku dengan Like. Sedangkan Anis dan Yuni bertempat di bangku belakang kami.




Selain Anis, Like, dan Yuni, teman-teman lain di kelas ini masih cukup banyak yang saya ingat. Ada Atik Fitri, Rahma Hana, Mufrikha, Lutvia Kisma, Thoifatul, Helmi Mufarikha, Lina, Dewi RJ, Aminatus, Novita Indah, Inna Nur, Ida Elisa, Baladiah, Husnatul, Wulan, Asiyah, Ina, Nur Lailatul, Rany Firera, Al Adawiyah, Eti, Lilis, Rizky Ikhwanuddin, Ulfi Fanani, Ragil Zamzam, Trio Faizin, Ahmad Wafi, Ibnu Setyawan, dan Akhlis Lubbana.

*

Menyoal pelajaran favorit, buat saya, Bahasa Inggris masih belum beralih. Diajarkan oleh Pak Mujiono dengan caranya yang khas. Segala yang ada dalam diri beliau unik, menurut saya. Cara bicara, senyum, tawa, dan gaya tulisannya di papan. Beliau sering melontarkan pujian pada kami. Itu sebagai motivasi agar kami terus bersemangat belajar.

Dulu ada pula mata pelajaran English Speaking & Listening. Diajarkan oleh ibu guru berkacamata bernama Bu Hanik Rahmawati. Teringat, dulu saya hampir selalu jadi yang pertama ditunjuk untuk menjawab soal. Namun, pada 2013 lalu, Bu Hanik wafat. Semoga semua ilmu yang telah beliau ajarkan berbuah surga dari Allaah. Aamiin...

*

Ditambah Sastra Indonesia, tentu saja. Pelajaran itulah yang menjadi alasan utama saya masuk Bahasa. Diajarkan oleh Pak Soegeng Rupianto, yang juga menjadi wali kelas kami selama dua tahun.




Bisa dikatakan, saya jadi salah satu yang paling semangat tiap kali pelajaran ini dimulai. Tugas-tugasnya terasa mengasyikkan buat saya. Ditambah lagi, gaya bercerita Pak Soegeng yang enak diikuti. Beliau juga sering berbagi cerita tentang musisi dan buku-buku favoritnya. Saya pernah meminjam novel Totto-Chan pada beliau.

Selain itu, saya juga suka pelajaran Aqidah Akhlak. Pak Saichu Wicaksono yang mengajarkannya. Beliau menjelaskan materi dengan sangat ringan dan mudah dipahami.

*

Ada pula pelajaran Bahasa Asing (Bahasa Arab) yang diajarkan Pak Mudjito. Kami lebih sering menyapanya dengan Mbah Kung, karena beliau memang sudah sepuh. Beliau juga merupakan salah satu guru senior di MAN Kota saat itu.

Ada hal unik dari Mbah Kung yang masih saya ingat. Saat ulangan harian, tak jarang beliau mengijinkan kami open-book. Kadang, beliau juga memberi bocoran jawaban soal ujian itu. Hehehe.

Pada tahun 2012, Mbah Kung memasuki usia pensiun. Dan tiga tahun kemudian, beliau berpulang. Segala doa terbaik untuk beliau, semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Cerita tentang Mbah Kung dapat dibaca di sini.

*

Selain itu, masih ada sejumlah guru lain yang saya ingat. Diantaranya, Bu Woro, guru Bahasa Indonesia, Bu Endah, guru Antropologi, Bu Enny, guru Matematika, Pak Ahsin, Pak Hanif, dan Pak Mustofa, guru Olahraga, Pak Bastomi, guru sejarah, juga Bu Kumiatin, guru BK.

Sama dengan saat MTs dulu, saya juga tak mengikuti pelajaran Olahraga dan upacara bendera. Sebagai penggantinya, saya diminta membuat makalah seputar materi-materi Olahraga.

*

Di sekolah ini, untuk pertama kalinya saya masuk ekstrakurikuler. Pilihan saya adalah Jurnalistik, di bagian Majalah. Majalah MAN Kota Blitar bernama An-Natiq.




Saya mulai masuk di awal 2008, menjelang pemilihan ketua baru. Ahmad Fahrizal Aziz, siswa kelas sebelas Bahasa yang terpilih saat itu.




Saya juga pernah mengirimkan naskah untuk majalah ini. Pertama kali, saya menulis ulasan sederhana tentang MAN Kota Blitar. Kemudian, naskah saya yang berjudul Hujan Cinta di Langit Jogja juga dimuat di majalah itu dalam bentuk cerita bersambung (cerbung).




Sejak masuk Jurnalistik, bahan bacaan saya bertambah. Saya juga masih gemar menulis cerita di buku tulis.
Tak disangka, ekskul Jurnalistik jugalah yang menjadi awal saya kenal dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Blitar, yang masih saya ikuti hingga sekarang.

*

Ada satu orang lagi yang memorable buat saya. Bernama Pak Sujoto, yang biasa disapa Pak To. Beliau adalah penjaga kantin di MAN Kota sejak tahun 80-an. Beliau cukup baik mengenal saya, karena sebenarnya beliau juga kenal kakek dan nenek saya.




Setiap saya menunggu jemputan, Pak To kerap memberi jajanan gratis. Kadang juga soto andalannya. Di tahun 2016, saya sempat bertemu lagi dengan beliau.

Namun, di bulan Oktober lalu, Pak To wafat. Terimakasih untuk kebaikan dan keramah-tamahannya, Pak To. InsyaaAllaah surga tempatmu. Aamiin...

*

Oh ya, dulu saya juga tidak bisa mengikat tali sepatu sendiri. Saat akan berangkat ke sekolah, Ayah yang biasanya mengikatkan. Jika di sekolah, pasti ada teman yang menolong.

Tapi saya tak ingin merepotkan orang lain terus. Saya ingin bisa mengikat tali sepatu sendiri.




Tak disangka, pada suatu pagi, Like yang biasanya memakai sepatu model selop, hari itu memakai sepatu kets. Saya mengerutkan dahi dan bertanya mengapa. Dia tersenyum, lalu menjawab ringan. "Ayo, kuajari mengikat tali sepatu."

Saya kehilangan kata-kata. Terimakasih yaa, Like. Berkatmu, saya bisa mengikat tali sepatu sendiri. Hingga kini, sepatu kets menjadi sahabat kaki saya ke mana pun pergi.

*

Terimakasih, masa Putih Abu-Abu yang nyatanya memberi banyak warna. Terimakasih para guru, untuk segala ilmu yang telah diajarkan. Semoga panjenengan semua sehat selalu. Bagi yang sudah berpulang, ini ada rangkaian doa tanpa putus dari saya. InsyaaAllaah husnul khatimah. Aamiin...

Dan untuk Anda semua, teman-teman, sang pemberi warna itu. Terimakasih untuk tak pernah menganggap saya berbeda. Terimakasih untuk selalu memberi kesempatan melampaui diri saya sendiri. Terimakasih telah jadi pembuka jalan untuk saya bisa meraih banyak kesempatan lain.

Hanya Allaah-lah sebaik-baik pemberi balasan. Semoga kalian semua sehat dan bahagia selalu.[]

6 Desember 2019
Adinda RD Kinasih


Keterangan Foto:

1. Sumber gambar: Pinterest.

2. Anis, Like, dan saya dalam balutan seragam identitas.

3. Para siswa kelas Bahasa bersama Pak Soegeng Rupianto.

4. Majalah An-Natiq dan naskah saya yang dimuat di sana.

5. Buku tulis yang memuat cerita karya saya.

6. Saya dan Pak To.

7. Saya dan Like.




loading...

Posting Komentar

0 Komentar