Masing-masing kita mungkin memiliki dua nama berbeda yang disematkan oleh orang-orang terdekat. Seringkali, mereka memanggil kita dengan nama yang bukan bagian dari nama lengkap kita.
Begitu pula saya. Di masa kecil, saya tidak dipanggil Adinda atau Dinda, tapi disapa Angger. Entahlah siapa yang menggagas nama itu sebagai sapaan saya. Seluruh keluarga, mulai dari Kakek hingga sepupu, bahkan para teman dan kenalan Ayah dan Ibu memanggil saya Angger.
Baru-baru ini, Ibu malah berkata bahwa awalnya, nama saya memang Angger. Namun kemudian diganti Adinda, karena nama Angger terdengar seperti nama anak laki-laki.
***
Awalnya, saya biasa saja dengan panggilan itu. Tetapi saat mulai masuk SD, saya mengajukan 'protes' pada mereka yang masih tetap memanggil Angger, khususnya seluruh keluarga dari pihak Ayah di Malang.
"Namaku Adinda, bukan Angger." Begitu kata saya pada mereka, yang justru dibalas tawa. Sebagian besar kemudian langsung bisa mengubah kebiasaan itu, dan memanggil saya Dinda.
Tapi, sesungguhnya nama Angger tak pernah benar-benar hilang. Itu karena Eyang Putri dari Ibu, yang memanggil Ayah dengan sebutan Bapake Angger.
***
Sebuah kejutan menyapa saya kemarin pagi, lewat sebuah balasan di kotak obrol Facebook. Balasan atas sapa saya pada seorang kawan masa kecil, yang terkirim sejak Maret lalu.
Karena jarangnya membuka Facebook, dia baru membalasnya kemarin. Dan satu kalimat ini memaku saya beberapa saat.
"Ini Angger, ya?" Begitu tanyanya. Seketika, nama itu mengembalikan saya pada ingatan masa kecil.
Dulu, sang ibu yang merupakan terapis saya memang memanggil saya Angger.
Dan karenanya, saya jadi kangen dipanggil Angger lagi. Mungkin karena kini sudah terlalu banyak orang yang memanggil saya Dinda, hehehe.
***
Terimakasih atas balasan pesannya, Niko Irjaya. Salam dari Kota Patria, semoga sehat dan sukses selalu di manapun kamu berada. Dan saya tunggu kabar bahagianya, ya.[]
4 Oktober 2017
Adinda RD Kinasih
Ps:
Selengkapnya tentang Niko dapat dibaca di sini.
Sumber gambar : cdn.playbuzz.com
0 Komentar