Identitas Buku
Judul : Aku Ingin Meniup Balon
Penulis : Aik Vela Pratisca
Tebal Buku : 163 halaman
Terbit : Oktober 2016
Penerbit : Garudhawaca Yogyakarta
Kumpulan cerpen ini saya temukan di Minggu sore, saat sedang menemani mbak Ratna Haryani merapikan buku-buku di ruang lesehan Philokoffie.
Ada kernyit di dahi saat membaca judulnya, Aku Ingin Meniup Balon. Judul yg unik, pikir saya.
Dan benar. Setiap cerpen dalam buku ini diramu dengan cara unik. Ada beberapa cerpen berlatar budaya Jawa.
#
Misalnya, pada cerpen Maaf, Iyung, yang mengisahkan penyesalan seorang cucu setelah nenek (iyung) nya meninggal. Ada beberapa kata berbahasa Jawa yang disisipkan pada narasi dan dialognya.
Begitu pula pada cerpen Laron. Ada budaya Jawa yang kental terasa saat membacanya, juga adanya tembang macapat yang ditambahkan di sana.
Uniknya lagi, adalah gaya bahasa dan nama tokoh yang digunakan oleh penulis. Seperti dalam cerpen HD, nama tokoh utamanya adalah Ja. Dalam Laron, nama tokohnya Tu. Di Aku Ingin Meniup Balon, tokohnya Fobi. Di Wanita Bersanggul, ada Alung sebagai tokoh utama. Ada nama Dori, Babun, Jelung, dan Soja dalam Orkes Jendela. Pada cerpen Wang, ada tokoh bernama Melon.
Begitu pula dengan gaya bahasa dan cara bercerita penulis yang tak banyak ditemui dalam cerpen-cerpen kebanyakan. Ada pula sejumlah kosakata yang tak biasa. Contohnya, pada cerpen HD. Penulis menyebut dokter dengan istilah Petir, dan menggunakan istilah Wanita Penunggu Rupiah untuk petugas administrasi rumah sakit.
#
Bicara tentang cerpen favorit, ada dua yang menjadi favorit saya dalam buku kumpulan cerpen ini.
Pertama, cerpen berjudul Wang. Dalam cerpen ini, tokoh utamanya adalah sebuah kamar kost milik Pak Wang, yang dihuni seorang lelaki bernama Melon. Melon sering bercerita pada kamar kostnya itu tentang dongeng pohon melon yang jatuh cinta pada pohon delima. Dan tak disangka, Melon sendiri frustrasi karena ia mencintai gadis bernama Delima, namun ia terlanjur berjanji pada Pak Wang untuk tidak pacaran selama kuliah. Akhirnya, Melon bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan, karena rasa putus asanya.
Kedua, Aku Ingin Meniup Balon, yang menceritakan Fobi, seorang penderita (yang saya duga) asma, namun punya obsesi membeli balon, lalu mengempiskannya, dan kemudian ia tiup lagi balon itu. Meski sang ibu sudah melarang, Fobi tetap melakukan kebiasaannya itu. Kebiasaan itu tak berubah, bahkan sampai dia punya anak bernama Leci.
#
Singkatnya, membaca Aku Ingin Meniup Balon, membuat saya ingin bermain kata. (*)
17 Januari 2017
Adinda RD Kinasih
0 Komentar