Seteru

 





Hati dan Kepala tengah terlibat satu seteru. 

Kepala bilang, menghapusnya dari ruang itu satu keharusan. Maka, Kepala coba alihkan perhatian pada sosok Vino Bastian. 

Hati menyanggah sekuat tenaga. Ia bersuara, perihal kenangan masih begitu sulit dimusnahkan. Di sudutnya, rangkum sesal menggumpal. Tumpukan rindu masih ada, meski tak lagi membentuk gunungan. 

Kepala tak peduli. Terus saja ia menjejali hari dengan banyak tontonan, dari yang lama hingga terkini. Beban pekerjaan pun terasa makin memberat. Kepala puas, baginya itulah cara paling akurat. 

Hati berusaha ikuti maunya Kepala. Saban hari ia tahan sakit yang mulai terasa, juga lelah yang makin merajai raga. Tapi, kenangan dan rindu itu masih ada. Menghapusnya? Hati sudah kehabisan cara. 

Kepala hampir patah arang, tapi masih punya sedikit asa. Tanpa lelah ia semangati hati, untuk lekas beranjak lagi. Temukan kisah baru bersama entah siapa itu. Pokoknya, lepas dulu dari rasa menahun itu. 

Tapi Hati tak mau tahu. Ia masih saja berkutat pada rasa penasaran itu. Sebab, sejak kemarin, lelaki itu seperti menghilang. Membawa banyak teka-teki dibalut kekhawatiran. Ada apa dengannya? Ke mana waktu membawanya pergi? Bersama siapa ia tempuh jalan itu? Adakah ia bahagia, atau justru terluka? 

Sesaat kemudian, Sang Layar Maya beri jawaban. Pemuda berkemeja batik itu terlihat baik-baik saja. Terbukti, sepagi ini ia sudah berada di perpustakaan barat kota. 

'Apa kubilang!' Ujar Kepala, merasa menang. Sekali lagi ia berseru pada Hati, tetaplah diam di sana. Jangan pernah terbawa pada aneka rasa dari masa lalu itu. Sebab, tak jarang itu hanya tipuan; kamuflase agar gagal berpindah lagi.[]

Foto : sudut Villa Casa Lembang, Bandung. Pada sebuah pagi dingin di 2020.

Posting Komentar

0 Komentar