Rangkum Cerita 15 September




Setiap tahun, 15 September selalu hadir bersama cerita dan kejutannya tersendiri. Tahun ini, saya seusia Nala, sebuah nama yang beruntung sekali; karena dibuatkan lagu oleh Tulus.

Menyoal hadiah dan kejutan. Tahun ini, saya tak berekspektasi apapun tentang kado. Saya pun bukan tipe orang yang suka dengan kejutan. Tapi, ya, ternyata selalu ada kejutan untuk 15 September setiap tahunnya.

***

Bagian Pertama

15 September, tepat pukul duabelas. Dengan wajah ngantuknya, Ayah berdiri di depan pintu kamar. "Selamat ulangtahun, ya." ucapnya dengan suara parau. Saya membelalak. Kalimat pertama yang terucap tentu 'terimakasih'. Tapi, setelahnya, hati saya ramai bersuara. 'Kenapa harus ini kadonya? Milik saya yang lama masih bisa dipakai.'




Tapi yaa, baiklah. Semoga hadirnya yang baru ini makin memacu semangat saya untuk menulis. Terimakasih Ayah dan Mama.

***

Masih 15 September, pukul dua siang. Sebuah kotak coklat tiba di hadapan saya. Membaca label ekspedisi dan nama pengirimnya, sontak mengejutkan saya. Astaga, teman masa kecil satu ini! Selalu saja mengirimkan sesuatu tiap tanggal 15 September.

Sejak awal tahun ini, kami cukup intens bertukar pesan. Banyak pula cerita yang ia sampaikan. Sebenarnya, Juli atau Agustus tahun ini ia berencana ke Blitar, namun karena sejumlah hal penting, rencana itu dipaksa tertunda.




Dua bulan belakangan ini, komunikasi saya dengannya makin jarang. Tak apa. Saya paham, jika ia pun sibuk mengurus keluarga kecilnya di Bekasi.

Maka itu, keterkejutan menyengat saya saat paket ini tiba. Isinya, sebuah mug cantik, lengkap dengan saputangan, sebungkus biskuit, dan sebungkus teh chamomile. Terimakasih Ajeng, juga Kak Dwindy dan Dylan, untuk hadiah ini. Juga untuk tetap mengingat tanggal ini.

***




15 September belum lengkap jika tanpa perayaan. Maka, sore itu saya menuju kedai mungil ini lagi. Sendirian saja. Memesan minuman favorit dan sebuah cake baru di sini, Brownies Marble. Sembari menelisik novel yang (tak terlalu) baru.




Setiba di rumah, saya dibuat kaget sekali lagi. Ada sebuah puding tart terdiam di meja makan. Ah, ya, saya baru ingat. Tak lama setelah hadiah Ajeng tiba tadi siang, sebuah nomor asing menghubungi saya. Rupanya itu kurir, yang mengantar kue ulangtahun. Kiriman dari Almira dan Danang, di Dau, Malang.

Maka, perayaan kecil pun berlanjut. Kali ini bersama kedua orangtua. Di sela-sela menikmati puding, Ayah menyampaikan rangkaian pesan untuk 15 September tahun ini.

***

Tahun ini, ada yang berbeda. Dua hari setelah 15 September, perayaan kecil berlanjut lagi. Kali ini tak hanya kedua orangtua, tapi ada Almira dan Danang, Tante Sri, Om Bim dan Tante Eni, juga dua sepupu saya, Dannis dan Lintang.




Menjelang pulang, ada sebuah bingkisan lagi. Terimakasih yaa Om Bim dan keluarga. Dannis, terimakasih untuk dua gambar karyamu yang secantik kamu ini. Keep being talented!




Tak lupa, terimakasih untuk semua pesan berisi ucapan dan doa yang dikirimkan untuk 15 September. Segala doa baik itu pun saya mohonkan untuk Anda semua. Barakallahu lakum.

Bagian Kedua

"Mbak Din, hari Minggu jadi, ya!"
"Mbak Din, hari ini ada agenda apa? Kami pengin ketemu."

Dua pesan itu datang di dua waktu berbeda. Milik Alfa Anisa datang lebih dulu, di Jumat pagi. Sementara ajakan satunya dari Andhira, di Ahad pagi. 'Kami' yang ia maksud adalah dirinya dan Huda.

Ini aneh, pikir saya. Beberapa minggu terakhir, pasangan suami istri dan kekasih ini terlihat sibuk sekali. Rencana temu pun terus tertunda, dan akhirnya saya pasrah saja. Tapi, kemunculan dua pesan tadi dalam waktu hampir bersamaan terasa mengherankan.

Maka, saya pun memberitahu Andhira tentang janji temu dengan Irsyad dan Anisa, dan memintanya bergabung saja jika mau. Jawaban Andhira terbaca begitu antusias di mata saya. Saat itu, saya hanya tersenyum. Pertemuan ini akan ramai dan meriah.

***

25 September, pukul 11 siang. Kedai gelato ini cukup riuh. Obrolan para pengunjung terdengar tumpang tindih, kadang bersahutan. Dari bangku di teras samping, sejumlah barista tampak sibuk. Ada yang di meja kasir, di meja bar, juga di balik konter gelato. Semuanya terlihat dari balik kaca. Suara deru kereta pun sayup terdengar. Rasanya sudah cukup lama tak naik kereta api, begitu suara dari benak.




Kembali menghadap meja, rupanya gelato Choco Raisin yang belum lama saya pesan sudah mulai meleleh. Udara hari ini memang lumayan panas. Saya lahap sedikit demi sedikit. Sudah cukup lama saya tak menuju tempat ini dan memesan gelato.

Kedatangan Afif beserta suami dan putranya saya sambut setengah jam kemudian. Suami dan putranya, Atha, memilih bangku paling belakang, tepatnya baris keempat dari bangku saya. Afif duduk di hadapan. Banyak cerita terangkai, kadang ada tawa mewarnainya. Afif memesan gelato Matcha dan Guava, juga seporsi Bruschetta. Ternyata Bruschettanya enak! Ada pula seporsi Mozzarella Stick, pesanan saya.

Tak terasa, jam telah merapat di angka setengah dua siang. Perbincangan kami pun harus diakhiri. Sebab, Afif dan suami masih ada keperluan lain. Saya sempat bersalaman dan menukar sapa dengan Mas As'ad, suami Afif.




Sepeninggal Afif, saya tercenung. Menatap lagi bungkusan hitam yang ia berikan tadi. Saya buka sekilas, aroma sedap brownies almond langsung menusuk penciuman. Saya tersenyum, namun kemudian teringat pada janji temu berikutnya, pukul empat sore nanti. Sementara, ini masih pukul dua kurang limabelas. Baiklah, mari pulang sejenak.

***




Kedai Tropis Kopi, setengah lima sore. Saya memandangi sekeliling. Baru tahu kalau ada satu lagi kafe yang tak jauh dari rumah saya. Saat saya tanya baristanya, rupanya tempat ini sudah ada sejak dua tahun lalu. Wah, ternyata saya ketinggalan info.




Kedai ini, seperti namanya, bernuansa sejuk dengan beberapa pohon dan tanaman hias. Ada areal teras dengan beberapa kursi rotan dan bangku semen, ada pula areal dalam kedai.

Senyum saya terbit saat melihat dua pasangan itu; Irsyad-Anisa dan Huda-Andhira. Kami menukar banyak cerita. Tak lupa, saya memesan dua menu, Nasi Ayam BBQ dan Hazelnut Coffee Iced. Konon, itu dua menu andalan kedai, menurut sang barista.

Kak Fahri tiba limabelas menit kemudian, yang disambut ledekan kami semua. "Katanya jam 3, Mas?" tanya Anisa dengan bercanda. Kak Fahri tertawa kecil.

***

Waktu terus bergulir. Tak terasa senja mulai membayang. Selepas Maghrib, kami meneruskan obrolan, sambil bernyanyi bersama dengan iringan gitar Huda dan Andhira, lalu Irsyad. Ada beberapa lagu yang kami mainkan, mulai dari Dewa19 hingga Samsons dan Kerispatih. Hati saya terasa penuh malam itu. Sudah lama merindukan momen ini.




Lelah menarik suara, kami pun menyudahinya. Hening sesaat. Tiba-tiba, mata saya menangkap gelagat aneh kedua pasangan ini. Mereka seperti saling melempar kode. Hampir bersamaan, muncul lagi ingatan akan momen sore tadi, saat saya baru tiba. Andhira bertanya, 'Sekarang?' Lalu Anisa berujar, 'Tunggu Mas Fahri dulu.' Hmm... akan ada apakah gerangan?

***

Sejenak kemudian, saya kehabisan kata. Saat Anisa dan Andhira muncul bersama kue di tangan mereka. Tiga kue diletakkan di meja, lilin warna-warni dipasang di atasnya satu persatu.

Huda semangat memetik gitarnya sambil melantunkan reff lagu Selamat Ulang Tahun milik Jamrud. Empat suara yang lain segera bergabung. Sementara itu, saya masih terpana dengan suasana ini. Tak menyangka sama sekali.




Semua kata itu masih hilang entah ke mana, bahkan hingga lilin dinyalakan. Andhira berseru menyemangati saya untuk memadamkan rombongan lilin. Tapi, kami semua serempak tertawa saat saya gagal. Sungguh, semua lilin ini sulit ditiup.

Lilin pun akhirnya menyisakan asap. Saya memotong tart sekenanya, sama sekali tak rapi. Hahaha, lupakan estetika, utamakan rasa. Kami semua pun melahap tart cokelat itu, diiringi canda. Uniknya, kejutan ini terjadi tanpa janjian sebelumnya. Andhira dan Anisa kebetulan sama-sama menyiapkannya untuk hari ini.

Sembari makan, saya menatap tas kertas hijau muda di sebelah. Isinya, sebuah outer rajut merah marun. Senyum terbit di bibir. Ini dari Fitriara, yang sengaja mampir ke kedai ini untuk memberikannya, sesaat sebelum kejutan itu berlangsung. Sayangnya, ia hanya sebentar, dan tak masuk ke dalam.






Bincang riuh kami berlanjut hingga pukul sembilan. Hingga sekarang, saya masih tak tahu kenapa. Waktu terasa berlari saat bahagia yang mengisinya. Cepat sekali berlalu.




Saya pulang bersama banyak perasaan. Terimakasih Anisa, Irsyad, Andhira, Huda, Kak Fahri, dan Fitriara untuk telah mengisi penuh hati saya hari ini. Terimakasih juga Afif, untuk obrolan dan masukan-masukannya, juga brownies yang lezat itu.

Doa-doa terbaik saya selalu ada buat kalian semua. Sampai bertemu lagi![]

28 September 2022
Adinda RD Kinasih

Sumber Foto:
Pinterest
Dok. Pribadi

Posting Komentar

0 Komentar