Membuka Kembali Enam Tahun Merah Putih : Kejutan dari Sebuah Pesan

"Can you take me back when we were just kids
Who weren't scared of getting older?
'Cause no one knows you like they know you
And no one probably ever will
You can grow up, make new ones
But the truth is
That we grow up, then wish we could go back then
There's nothing like old friends
'Cause you can't make old friends..."

-Old Friends, Benjamin Rector








Kedai Sade, pukul 11 siang. Saya naik tangga dengan agak susah payah, sebelum menerima dua uluran tangan. Satu milik gadis barista yang saya belum tahu namanya. Satu lagi miliknya. Sejenak mata saya terbelalak, namun kemudian menyipit seiring senyum yang terbit di balik masker.

Sesaat kemudian, kami sudah duduk berhadapan. Di hadapannya ada pai keju yang tinggal sepertiga, juga segelas Americano yang sudah tak penuh lagi. Saya menyesali keterlambatan yang hampir satu jam ini. Maafkan, yaa...

*

Namanya Tios Marhenes. Kami berkawan baik di masa SD, dan sempat satu sekolah di SMP, meski berbeda kelas. Yang paling saya ingat darinya adalah rambut panjangnya saat SD. Di SMP, saya jarang bertemu, hanya sekadar bertegursapa saja.

Kemudian, di SMA, kami bertemu lagi secara tak sengaja di sebuah tempat les. Saat itu, jelang UN, saya memang mengikuti les di sebuah tempat bimbingan belajar. Kala itu, Tios menimba ilmu di sebuah SMK swasta di Blitar.

*

Pertemuan hari ini berawal dari sebuah pesan yang masuk ke Whatsapp saya semalam. Nama Tios tertera di sana, mengabarkan bahwa ia sedang di Blitar dan mengajak bersua. Tentu saya terkejut bercampur gembira, sebab janji ini sudah terucap sejak setahun kemarin. Langsung saya iyakan tanpa pikir panjang. Setelah sekian lama, akhirnya ia pulang juga ke Blitar.

Awalnya agak canggung, namun kami mencoba mencairkannya dengan mulai bertukar cerita. Rupanya, Tios baru tiba kemarin, dan akan kembali ke Surabaya esok pagi. Tunggu. Surabaya? Sejak kapan ia di Surabaya?

Tios tertawa pelan menanggapi tanya saya itu. Memang, tadinya ia bekerja di Solo. Pada kafe, di sebuah pusat perbelanjaan. Namun, sejak pandemi ini melanda, pusat perbelanjaan sepi pengunjung, begitu pula kafe itu. Jadilah, cewek kelahiran Januari ini pindah ke Surabaya dan menekuni pekerjaan barunya sebagai pengantar barang. Sebelum ke Solo dan Surabaya, ia sempat mencoba peruntungan ke Jakarta juga. Diam-diam, saya salut dengan semangatnya.

*

Tak lupa, cerita masa sekolah turut ditukar. Segala kejadian unik di masa itu. Tios bertanya kabar sejumlah kawan Merah Putih, dan Putih Biru, yang saya jawab sejauh yang saya ketahui. Ada decak kagum yang terlontar darinya sebagai tanggapan atas jawaban saya.
Keren sekali mereka sekarang, begitu katanya.

Tenanglah Yos, kita pun keren dengan apa yang kita jalani dan masih kita perjuangkan sampai saat ini, kok.
Everyone has their own way to be cool. :)

*

Sayang sekali, di saat jam hampir menunjuk angka 12, Tios bersiap pamit. Ternyata ia juga ada janji bertemu temannya yang lain.
Tapi saya paham, waktunya yang tak lama di Blitar tentu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk bertemu teman lama dan membincang segala kenangan. Ya, seperti lirik lagu di atas.

Terimakasih banyak yaa Yos, untuk pesan singkatmu yang mengejutkan, pertemuan hari ini, juga untuk cerita-cerita yang telah ditukar. Salam untuk kedua orangtua dan para saudaramu, semoga selalu sehat dan bahagia.

Dan untuk kamu, selamat kembali ke perantauan. Jangan lelah berjuang! Saya yakin, kamu akan segera mencapai impianmu. Tak perlu terlalu banyak dengar kata orang, teruslah berjalan.
Janji yaa, kabari saya lagi jika kamu kembali ke Blitar. Saya akan berusaha tidak datang terlambat, agar bisa lebih lama berbincang denganmu.

See you when I see you. Keep up the good work![]

"New friends may be poems but old friends are alphabets. Don't forget the alphabets because you will need them to read the poems." -William Shakespeare

20 Desember 2020
Adinda RD Kinasih

Posting Komentar

0 Komentar