Ruang, Waktu, dan Kesendirian



 Sejak hadir ke dunia, kawan kita hanya diri sendiri. Lalu, Dia yang Mahabaik meminjami kita sosok mereka yang tak ternilai. Keluarga, saudara, sahabat, idola, juga segala hal yang jadi kegemaran kita.

Kita dibekali-Nya pula dengan bakat, potensi, hobi, dan cita-cita yang seringkali jadi alasan 'tuk berjuang dan diperjuangkan. Dia pula yang kenalkan kita pada rasa istimewa yang disebut cinta. Ada ruang khusus pada setiap hati untuk rasa ini. Ada seseorang spesial pula yang mendapatkannya.

*

Namun, kita tak bisa pungkiri. Perubahan adalah pasti. Setiap orang berubah. Keadaan berubah. Waktu melaju sangat cepat, bahkan tanpa kita sadari.

Mereka yang kita sebut keluarga, teman, kawan, sahabat, dan pasangan, akan pergi suatu hari nanti. Entah karena ia disita pekerjaan atau ragam kesibukan, pun disekat jarak dan rasa yang tak lagi sama. Adakalanya, jarak itu tak kasat mata dan tak dapat diukur dengan angka. Tiba-tiba jauh begitu saja.

Terkejut kita. Merasa tak siap dengan perubahan yang ada. Sekeras mungkin kita coba menarik mereka kembali. Mengingatkan, bahwa masih ada kita di sini. Masih ada kita yang butuh mereka.

*

Tapi terkadang, usaha kita tak kunjung berhasil. Lalu kita berangsur lelah mengejar. Kita kepayahan. Seakan kita dipaksa hadapi nyata; yang seringkali memerihkan.

Yang awalnya selalu bertemu tiap akhir pekan. Yang setiap hari bertukar pesan. Yang habiskan dua-tiga jam untuk tiap obrolan. Yang sempatkan datang ke rumah hanya demi lebarkan senyuman.

Semua bisa hilang, tanpa kita tahu kapan. Kerap kali ia datang tiba-tiba, timbulkan kejut berujung luka. Rentetan momen terdahulu kembali penuhi memori, makin tambahkan sesak di hati.

*

Lalu, seiring lajunya waktu, kita pun sanggup menerima. Bahwa perubahan itu pasti. Mereka yang dikira akan selalu ada ternyata tak selalu ada. Sebab, ruang dan waktunya telah berbeda. Ada banyak hal lain yang harus mereka perjuangkan, dan kita bukan satu-satunya.

Bagaimana dengan kita?

Akhirnya kita pun harus belajar berteman dengan diri sendiri. Nikmati hilangnya rutinitas yang dulu dengan banyak hal baru. Hibur diri dengan apapun yang disukai. Coba mengawani yang lain. Mau tak mau, bisa tak bisa. Kita harus pijakkan kaki lebih kuat lagi. Akhirnya, kita akan terbiasa.

*

Sebab nanti, saat detak jantung terhenti, napas tak berhembus lagi, ruh dari raga pun pergi. Kita pun kembali sendirian. Hanya diri ini yang sudi jadi kawan. Tanpa mereka yang tadinya selalu ada. Sebab, semua hanya pinjaman dari Tuhan.

Semoga Dia selalu berkenan menguatkan. Dan saya mohon, lindungilah mereka semua yang saya cintai, Tuhan.[]

03, 2020
loading...

Posting Komentar

0 Komentar