Cerita Kedai Kopi (2) - Senyawa Kopi




Sebenarnya, tempat inilah yang pertama kali mengenalkan saya pada dunia per-kafe-an, per-kopi-an, hingga akhirnya miliki rutinitas ngafe setiap akhir pekan.




Hari itu Ahad, di bulan November 2016. Saya lupa tanggal berapa. Kala itu seminggu sebelum hari H launching antologi cerpen Jejak-Jejak Kota Kecil. Saya menuju tempat ini, bersama sejumlah teman FLP. Saat itu namanya masih Philokoffie.




Persis kata kawan saya saat itu, kafe yang terletak di Jalan Dr. Sutomo 02 ini tak hanya menawarkan aneka varian kopi dan minuman lainnya beserta kudapan kecil. Di tempat ini ada beragam buku, juga kehangatan dan ramah-tamahnya Mbak Na dan Mas Kharis.




Philokoffie pun saya nobatkan sebagai Rumah Kedua, dan tak absen saya kunjungi tiap Ahad tiba.

*




Namun, di akhir 2017, saya mendapat kabar bahwa Mbak Na sudah mengundurkan diri dari sana. Padahal, Mbak Na merupakan salah satu founder Philokoffie. Tersebab itu, tempat ini pun harus berganti nama. Senyawa Kopi.






Sejak itu, saya memang tak lagi sering "pulang" ke sini. Tapi, tempat ini masih jadi Rumah Kedua saya. Beberapa kali, Forum Lingkar Pena juga mengadakan acara di sini.




Bicara tentang menu, yang menjadi favorit saya di sini adalah kopi Aceh Gayo tubruk. Saya bahkan pernah belajar membuat kopi tubruk sendiri, diajarkan oleh Mas Kharis tentunya.





Kalau kudapan ringannya, kesukaan saya adalah roti canai. Karena sudah sering ke sana, saya kerap memiliki request tersendiri. Misalnya topping cokelat, keju, dan mint yang dicampur di atas roti canai; minuman cokelat panas dengan mug besar, kopi tubruk tanpa gula, dan lainnya. Mas Kharis sampai hafal dan sudah memaklumi ini. Hehehe.



Terimakasih Senyawa Kopi, Rumah Kedua saya. Akan selalu rindu berkunjung ke sini lagi. Baik-baik ya.[]

2 Januari 2020
Adinda RD Kinasih

Posting Komentar

0 Komentar