Terapi dan Alat Bantu (Part 2.2-habis)

Saat duduk di bangku SMA, saya pun sempat mencoba terapi lain. Metodenya adalah pijat tradisional disertai obat herbal.

Terapisnya bernama Pak Rasyid. Kala itu, kira-kira beliau berusia separuh abad lebih sedikit. Bibi saya yang pertama kali mengenal beliau, lalu menyarankan saya untuk datang ke sana.

Praktik terapi itu dilakukan di rumah beliau di kawasan Landungsari, Malang. Selama sesi terapi, Pak Rasyid-yang kerap menyebut dirinya Pakdhe, terus mendorong saya untuk berlatih di rumah.

"Terapi dan obat-obat ini adalah cara Pakdhe membantumu. Selebihnya, dirimu sendiri juga berusaha." ujar beliau kala itu.

Obat herbal beliau berbentuk pil bulat berwarna hitam, berbau khas, dan rasanya pahit sekali. Selain itu, seingat saya, ada ramuan dedaunan yang dibalurkan ke kaki saya setiap malam.

*

Entahlah, tapi saat itu saya merasa, terapi ini membawa perkembangan. Kekakuan kaki saya sudah cukup berkurang. Saat berjalan pun sudah terasa lebih ringan.

Tapi, beberapa bulan kemudian, saya mendengar kabar mengejutkan.
Pak Rasyid telah wafat, setelah sehari sebelumnya merasa seperti terserang masuk angin.

Semangat saya menurun. Saya menyesal. Mengapa Pak Rasyid terlalu cepat pulang ke haribaan-Nya. Padahal saat itu, saya sudah mulai rajin berlatih.

loading...
*


Begitulah. Tak seorang pun tahu jalan cerita mana yang akan ia tempuh.

Saya jadi teringat cerita seorang teman. Ia terkena polio dan hydrocephalus sejak kecil. Itu mengharuskan ia menjalani operasi kaki, juga dipasang selang pada bagian belakang kepala untuk mengurangi cairan di kepalanya.

Ternyata, pemasangan selang itu berpengaruh pada kondisi tangan dan kaki kirinya. Kaki kirinya lumpuh, dan selangnya kini sudah tak bisa dilepas karena telah menyatu dengan saraf. Hingga kini ia masih berjalan jinjit dan dibantu kruk sebagai penopangnya.

"Makanya, dari dulu, bukannya aku nggak mau sembuh dan menyerah, Din. Tapi kondisiku sudah kayak gini. Sekarang aku cuma bisa pasrah dan menerimanya. Kamu harus tetap semangat, Din. Kamu bisa jalan tanpa alat bantu." ucapnya saat itu.

Agaknya, ini pula yang saya nasihatkan pada diri sendiri saat ini. Mungkin kondisi kaki saya akan terus seperti ini. Yang bisa saya lakukan kini hanya terus berusaha berjalan dengan baik, meminimalisir jinjitnya, dan sebisa mungkin melakukan banyak hal sendiri. Meski memang tak bisa semuanya, karena saya memang different able.[]




15 Nopember 2019
Adinda RD Kinasih

Nb. Terimakasih, Mas Burhanuddin Muhammad Yusuf Annuri, untuk cerita dan motivasinya.

Posting Komentar

0 Komentar