Seusai rutinan kemarin, saya menyempatkan diri mampir ke Philokoffie. Kebetulan, Mas Kharis sudah ada di sana pada jam empat sore itu. Ternyata, ia memang bermalam di kedai.
Meski kini Philokoffie tak lagi sama, ternyata masih ada yang tak tergantikan. Ialah rindu pada racikan kopinya.
Sore itu, kedai nampak sedikit berantakan. Mungkin memang karena belum masuk jam buka. Saya segera masuk dan berdiri di depan meja kopi. Sejenak mengamati beberapa toples berisi biji kopi.
Saya agak heran saat membaca nama Kopi Carlos honey drew. Ini biji kopi varian baru dari luar negerikah, begitu tanya saya yang dibalas tawa oleh Mas Kharis. Saya pun tertawa lebih nyaring saat mengetahui apa yang tersembunyi di balik nama itu.
Rupanya Carlos itu singkatan dari Karangploso, sebuah kawasan di Malang. Walah, saya kira ini kopi dari luar negeri.
Saya pun memesannya. Mas Kharis menanyakan, ingin dibuat dengan metode apa. Saya, yang buta teknik meracik kopi pasrah saja. Yang paling cocok menurut Mas, begitu kata saya.
Berkawan sepoi angin sore, saya menanti kopi pesanan saya itu. Sembari berpikir, kalau saja masih ada banyak buku di sini, pasti momen menunggu pesanan terasa lebih hidup. Buku-buku itulah yang menjadikannya hidup.
Mas Kharis tiba sekian menit kemudian, dengan sebuah gelas sloki dan alat french press. Alatnya serupa teko memanjang, lengkap dengan tuas yang menyerupai saringan. Cara menggunakannya, tuas didorong hingga dasar teko terlebih dulu, untuk mendapatkan sari kopinya. Baru setelah itu dituang pada gelas sloki.
Tak hanya kopi, saya pun memesan seporsi tahu tuna goreng. Jenis kudapan di kafe ini memang tak banyak berganti. Meski saya merindukan sausage rolled toast, roti gulung sosis yang dipanggang.
Yang membuat saya heran, meski kata Mas Kharis ini dibuat dengan honey process, namun madunya tak terasa sama-sekali. Justru sedikit asam dan pahit yang mendominasi.
Tapi saya suka-suka saja dengan rasanya. Harus saya akui, sejak mengenal Philokoffie-lah saya jadi suka minum kopi hitam, dengan sedikit atau tanpa gula.
Saya pun mengerjakan Ashar di sana, masih di ruangan yang sama. Ruangan sama yang berbeda nuansa. Saat saya masuk, terdapat kaleng-kaleng susu kental manis yang masih disegel, kipas angin yang sepertinya sudah tak terpakai, dan beberapa barang lain. Untunglah masih ada mukena di sana yang kemudian saya pinjam.
Pukul lima lewat, saya pulang. Masih bersama ojek berbasis aplikasi itu. Terimakasih Philokoffie, atas terobatinya kangen kopi saya sore kemarin. Lain waktu, saya akan pulang ke sini lagi, meski tak sesering dulu.[]
26 Pebruari 2018
Adinda RD Kinasih
Behind the Pict : Karena kemarin tak terpikir untuk memfoto, maka gambar ini saya crop dari sebuah foto lama. Seperti inilah alat french press itu.
0 Komentar