Untuk Sang Raja Usil

"Dinda, maafin aku ya. Dulu aku nakal banget sama kamu. Kok aku dulu bisa senakal itu ya?"

Tawa saya menyembur saat mendengar kalimat yang disampaikan dengan raut wajah serius itu. Melihat saya tertawa, beberapa teman lain yang ada di situ pun ikut tertawa, membuatnya tersenyum malu.

Sebelum ucapan maaf itu terlontar, terlebih dulu ia bertanya apakah saya masih ingat padanya. Dengan kelakar, saya berkata, "Mana bisa lupa sama kamu?", disambut riuh teman-teman lain yang meledeknya.

***

Momen itu terjadi di Lebaran 2012. Pada siang menjelang sore itu, kedatangan beberapa Sahabat Merah Putih mengejutkan, sekaligus menggembirakan saya. Salah satu yang ikut dalam rombongan adalah dia. Dari semua yang datang saat itu, yang paling saya ingat memang dia.

Sebabnya? Apalagi, jika bukan karena segala keusilannya di masa kecil dulu.

***

Sebenarnya kami sudah satu sekolah sejak di bangku TK. Hanya saja, saat itu kami berbeda kelas. Barulah saat masuk SD, di kawasan Sananwetan, kami berada satu kelas. Di kelas B.

Sebenarnya, di kelas 3 Caturwulan I saya sempat dimasukkan kelas A. Tapi, beberapa bulan berikutnya, saya meminta Wali Kelas 'mengembalikan' saya ke kelas B. Saya kurang bisa mengakrabkan diri dengan para siswa kelas A saat itu.

***

Kembali ke kelas B, artinya bertemu lagi dengannya. Saat itu, keusilannya memang mulai terlihat. Ia sering meledek saya, menirukan cara berjalan saya, juga sok menyuruh saya piket, padahal hari itu bukan jadwal saya. Kadang, ia meminta jatah bekal juga.

Tak hanya saya, anak-anak lain pun sering pula menjadi korban keisengannya. Ada-ada saja kelakuannya. Mulai dari mengompori para anak laki-laki untuk ramai sendiri; mengganti nama panggilan teman lain dengan nama nyeleneh ciptaannya; bermain sepak bola di dalam kelas; membawa tokek masuk ke dalam kelas; dan menakuti para anak perempuan. Kadang juga menirukan gaya guru mengajar.

Pokoknya dulu dia sangat mengesalkan. Tapi jika diingat-ingat lagi sekarang, justru terasa sangat lucu.

Salah satu juga yang paling saya ingat. Setiap hari Senin saat upacara, saya selalu tinggal di kelas. Guru tak mengijinkan saya ikut upacara, karena kondisi kaki saya. Saat itulah ia menghampiri bangku saya dan memasang wajah memelas. Rupanya dia ingin meminjam ikat pinggang. Meski kesal karena dia kerap mengusili saya, saya tetap meminjaminya. Ini berlangsung sejak kelas 5 hingga awal kelas 6.

***

Kami bertemu lagi di tahun 2012--delapan tahun setelah kami lulus SD, dan masih bertemu hingga Lebaran tahun ini. Melihatnya sekarang, jauh berbeda dengan dulu. Di masa kecilnya, dia agak gemuk dan pipinya gembil. Sekarang? Wah, jadi jangkung. Pipi gembilnya itu entah sudah pergi ke mana. Hehehe.

***

Selamat merayakan tanggal lahir, Gamblong, eh Gilang Yulio, di hari ini. Semoga panjang umur, sehat, dan sukses selalu. Semoga berkenan juga menerima tulisan ini sebagai hadiahnya, hehehe.

Jangan marah ya. Mari tertawa sejenak saja, untuk segala kenangan masa kecil yang unik itu.[]

18 Juli 2017
Adinda RD Kinasih

Posting Komentar

0 Komentar