Secuil Cerita dalam Perayaan HPI (1)

Hari ini memang telah saya tunggu-tunggu. Perayaan Festival Hari Puisi Indonesia Blitar Raya, yang dihelat di Sanggar Budaya Istana Gebang.

Pagi ini, acaranya adalah bedah tiga buku sekaligus. Novel karya Pak Heru Patria bertitel Untuk Sebuah Cinta yang Tertinggal di Blitar; antologi puisi milik Oma Merry berjudul Bahasa Kalbu; juga antologi cerpen FLP Blitar Jejak-Jejak Kota Kecil.

***

Saya tiba pukul sembilan tigapuluh, dan ternyata suasana Sanggar Budaya masih sepi. Hanya ada sejumlah panitia, seperti Pak W Haryanto, Mbak Florensia, Mbak Ismi, juga beberapa anggota Balilatar. Saya juga bertemu Irsyad, Ryan Adin, dan Ana Fitriani.

Tak lama kemudian, Kak Fahri muncul, bersamaan dengan Pak Heru dan Mas Saif. Kak Fahri akan menjadi moderator, sedangkan Mas Saif sebagai pembanding.

Satu jam berselang, Alfa Anisa dan Mbak Nunung datang membawa se-termos kopi hitam dan beberapa bungkus gorengan. Saya tak ketinggalan mengambil bagian segelas kopi dan sekerat roti goreng, hehehe.

***

Saat acara hampir dimulai, Fitriara dan Ana Salamah datang. Syukurlah, mereka bisa menyempatkan hadir.
Acara yang sedianya dijadwalkan jam sembilan pun baru dimulai pukul setengah sebelas. Penontonnya hanya para panitia saja.

Hal ini membuat suasana kurang meriah. Tapi, Pak Heru tetap bersemangat memberikan tips menulis novel. Diantaranya, tentukan tema novel terlebih dahulu; tak perlu terlalu mengacu pada kerangka; juga luangkan waktu untuk menulis (melanjutkan novel) setiap harinya, setidaknya tiga jam.

***

Usai bedah novel, ada sedikit selingan. Yakni pembacaan puisi oleh Alfa, disambung Kak Fahri, dan Mbak Flo.

Hingga istirahat shalat Dhuhur, tak ada penonton lain yang datang. Saya kira, ini tersebab waktu promosi acara yang terlalu mepet. Usai shalat Dhuhur, si imut Nezli hadir di tengah-tengah kami.

Kami pun mengisi waktu istirahat dengan makan siang di deretan warung samping Istana Gebang. Saya menuju ke sana bersama Mbak Flo, Ismi, dan Kak Fahri. Mereka bertiga memesan rawon, sedangkan saya mengorder seporsi rujak cingur.

Sekembalinya dari warung, kami mengobrol sambil menikmati kopi dan gorengan; bertukar file film, berfoto, hingga memutar lagu dari ponsel menggunakan pengeras suara.

***

Tak lama kemudian, Oma Merry datang. Disusul Bu Puput yang ternyata baru pulang mengajar.

Jam tiga lebih duapuluh, saya pulang. Saya harap acara bedah buku akan berlanjut dengan para penonton yang telah berdatangan.[]

30 Juli 2017
Adinda RD Kinasih

Posting Komentar

0 Komentar