Definisi Bahagia

Untuk Ayah dan Mama...

Nasihat 'keras' Ayah semalam sungguh berhasil memukuli hati. Di depan, airmata ini berusaha keras kutahan, meski akhirnya tumpah tak tertahan di belakang. Maafkan. Kiranya menangis tak melulu menggambarkan kekanak-kanakan. Kita perlu menangis sejenak, untuk kemudian menyusun kekuatan baru lagi.

Baiklah. Maafkan aku untuk telah mengakhiri setiap Minggu dengan pulang malam. Maafkan aku untuk telah memutus bincang penting Ayah demi menjemputku. Maafkan untuk aku yang belum se-mandiri itu. Masih selalu merepotkan, dan belum bisa membanggakan Ayah dan Mama hingga detik ini.

***

Ayah pernah berkata, "Kalau memang sekiranya nulismu itu hanya jadi hobi, segera pikirkan alternatif lain."

Ya. Menulis memang hobiku, dulu. Tapi sekarang aku mulai menyadari, menulis pun bisa 'kuperjuangkan' agar tak hanya jadi hobi. Maka, aku belum berhenti. Dan masih menulis di sela kegiatanku yang lain.

Merangkai ide dan kata bukan pekerjaan mudah. Mungkin dari jauh aku terlihat duduk santai membaca buku atau di depan laptop; "hanya" nonton film, main game, atau mendengarkan musik. Asal tahu saja, itu adalah cara menumbuhkan ide dan menambah kosakata.

Kirim ke media? Bisa. Tapi itu semua butuh tahapan. Sekarang banyak media online yang membuka peluang mengirim tulisan. Sudah kucoba beberapa, namun belum ada yang berhasil. Maka, kini aku masih membiasakan menggali ide, dan mengisi blog pribadi dan FLP.

***

Bicara FLP. Pertama kali, Fahri yang mengenalkanku pada FLP di tahun 2008. Aku masih ingat, dulu Ayah yang mengantarku ke acara launching FLP Blitar-kalau tidak salah ke Aula PSBR. Setelah itu, aku malah tak pernah kumpul, karena tak ada info yang kudapat tentang FLP.

Kemudian, di 2 Agustus tahun 2015. Aku juga ingat, aku harus mengganggu kesibukan Ayah siang itu, untuk mengantarku ke rumah Fahri di Kademangan. Di sanalah semua bermula. Aku masuk lagi ke FLP.

***

Sejak saat itulah mimpi-mimpi mulai tergapai.

Membuat buku kumpulan cerpen pertama. Semalam Ayah sempat berkata, aku investasi paling banyak, karena dimanfaatkan oleh mereka.

Sebenarnya tidak juga. Investasi 600 ribu itu adalah kemauanku sendiri. Kenapa? Karena aku terlalu gembira, FLP Blitar berhasil membuat kumpulan cerpen pertamanya, setelah "mati suri" sekian tahun.

Alasan yang konyol, bukan? Ya, memang. Tapi akhirnya buku itu jadi, dan uang investasiku pun telah kembali, utuh.

***

Kemudian, ada hal-hal lain yang kulakukan pertama kali.

Seperti misalnya nonton bareng di bioskop Tulungagung bersama mereka tahun lalu. Berani nyanyi lagi setelah sekian lama.
Belajar "sedikit lebih mandiri", karena aku sudah jarang sekali digandeng ketika turun tangga atau berjalan. Datang ke sejumlah tempat untuk ikut menjadi pemateri. Juga hal-hal sederhana lain, seperti bertambahnya bahan bacaan dan obrolan, yang bisa dijadikan bahan tulisan.

Singkatnya, FLP Blitar adalah hadiah dari Allah untukku. Mungkin dari sinilah aku bisa menerbitkan karyaku, yang dulu hanya tertulis di buku tulis. Aamiin... Semoga.
Ayah dan Mama doakan aku ya.

***

Sekiranya, segala hal selalu punya dua sisi. Mungkin Ayah benar, di satu sisi adakalanya mereka "memanfaatkan" ku. Tapi, bukankah dalam hidup, sebenarnya kita memang begitu? Saling memanfaatkan satu sama lain. Memberi keuntungan satu sama lain. Simbiosis mutualisme.

Tinggal kita, mau memandangnya dari sisi yang mana. Aku yakin, di balik baik-buruknya sesuatu, selalu ada pelajaran yang dapat diambil.

Mohon koreksi aku jika pernyataan di atas itu salah.

***

Kembali pada semalam. Ayah benar, di dunia ini tak ada teman yang "sebenar-benarnya teman". Semua semu. Ayah, Mama, dan Adik pun, aku tahu, tak akan bisa mendampingiku selamanya. Sesungguhnya hanya ada dua hal yang paling bisa kita andalkan dalam hidup, yakni Tuhan dan diri kita sendiri.

Namun, bukan berarti mereka bukan teman yang baik, kan? Maaf, bukan maksudku membela mereka. Tapi seperti yang kukatakan tadi, segala hal selalu punyai dua sisi. Meskipun begitu, merekalah juga yang jadi pendorongku untuk tetap hidup dalam mimpiku selama ini. Menulis.

***

Maka, ya. Untuk berkali-kalinya aku bilang, aku akan berusaha lebih mandiri lagi. Semoga kalimat ini benar-benar menjadi pengingat dan pelecutku untuk terus berusaha.

Dan ya, mulai sekarang aku akan membatasi jam keluarku di setiap kumpul FLP. Datang siang hingga sore, atau sore hingga jam tujuh saja.

Aku mengerti, Ayah dan Mama (sangat) mengkhawatirkanku. Terimakasih untuk masih selalu menyayangiku sedalam ini. Maafkan untuk belum (dan tak pernah bisa) membalas dengan yang setara.

***

Menyoal pembatasan jam, aku juga ingin menyampaikan ini.

Tanggal 23 nanti, ada acara buka bersama di rumah Anisa. Acaranya mulai jam 1 siang hingga usai Tarawih. Tapi, aku berencana akan datang jam 4 saja.
Bagaimana? Apakah dibolehkan?

Yang kedua, tanggal 29 Juli nanti ada acara Festival Hari Puisi Indonesia (yang membuatku selalu pulang malam tiap hari Minggu karena rapat itu). Acaranya di Perpustakaan Bung Karno.

Rencananya ada 2 jenis acara. Jam 8 hingga 3 sore, acara Bedah Buku. Dan jam 7 hingga 10 malam adalah Parade Puisi. Dalam Parade Puisi ini, aku juga kebagian tampil. Ini pertama kali juga buatku, membaca puisi di hadapan penonton.

Bagaimana? Bolehkah aku datang?

Mungkin nantinya juga ada agenda kunjungan ke rumah teman-teman. Tapi belum dibicarakan lebih lanjut. Bolehkah aku ikut?

***

Akhirnya, maafkan aku untuk telah menuliskan ini untuk Ayah dan Mama. Inilah yang ingin kusampaikan lewat lisan, tapi belum terungkapkan juga. Bukan takut bicara, tapi momennya saja yang belum tepat.

Maka, aku akan sangat bahagia dan berterimakasih jika Ayah dan Mama berkenan meluangkan sekian menit saja untuk membaca ini.

Maafkan aku untuk masih selalu membuat Ayah dan Mama khawatir. Aku masih, dan akan terus berusaha menjadi lebih kuat. Terimakasih, Ayah dan Mama.[]

19 Juni 2017

Posting Komentar

0 Komentar