Teruntuk Matahari



“Higher you fall, higher you bounce. So, don’t be afraid to fly…”
-Matahari-

Ini tertulis untuk dia, yang cukup sering kuganggu akhir-akhir ini, tak peduli pada sore yang dipekati mendung, atau ketika dini hari hampir tiba. Dan ia, di sela segala sibuknya…
Selalu ada…

Enam tahun masa kanak-kanak telah terhitung sebagai masa pertemanan kami, kemudian tujuh tahun berikutnya kami tak pernah lagi bersua suara, apalagi muka.
Lalu, dua tahun lalu, skenario Tuhan menuliskan perjumpaan kami lagi, begitu manis terbalut kenang yang tak pernah lekang oleh jaman.

Dan sejak itulah, kami lebih sering bertemu, meski hanya lewat deret tulisan yang terpasang di tembok maya.

Jika kuputar sedikit masa ke belakang, setahun kemarin, sebenarnya dia pun telah memahamiku, mengerti, juga sudi berbagi waktu untukku.

Tapi betapa berartinya dia, baru kusadari belum lama ini.

Beberapa minggu lalu, dia menemukanku yang tak seperti biasa. Aku yang merapuh. Aku yang jenuh. Aku yang sedang jatuh.
Beberapa hari lalu, dia berhasil mengeja kata hatiku yang menyiratkan letih, kecewa, juga putus asa.

Aku mengadu padanya, lewat deret kalimat pada kotak-kotak dialog maya itu. Dan seperti yang telah kukatakan tadi, ia bersedia meninggalkan sejenak sibuknya, meluangkan sekelumit waktu, hanya ‘tuk menanggapi keluhku yang mungkin juga telah membuatnya bosan.
Dalam beberapa kalimatnya yang panjang, kubaca pelan-pelan, kuresapi dalam-dalam. Kurasakan saat itu ia ada seperti ada di hadapan, membincang nasihat-nasihat itu dalam senyuman.

Dan aku pun terdiam dalam haru. Alunan terimakasih menggema berulangkali di dinding hati. Lalu, kuketikkan sebuah kalimat.
“Thank you for your existence…”

Terimakasih untukmu yang selalu ada, selalu bersedia mendengarkan, meski jauhnya jarak dan waktu tak selalu bisa kita retakkan.

Kemudian, dia membalas dengan sebuah kalimat pula.
“You’re welcome, it’s nice to be here.”

Sepasang mataku berembun, serasa akan ada hujan yang segera luruh dari sana. Entah apalagi yang bisa kuberikan. Rasanya, sejuta terimakasih belum cukup…
So, I’ll always wish all the best for you…
Semoga waktu masih memberi ijin kita bertemu lagi…


Untuknya, Ade Surya Haryono, sahabat merah putih, juga sahabat sepanjang hidup…

Bagiku dia adalah Matahari, tak peduli saat mendung merundung, atau ketika senja menggelap jadi malam.
Terimakasih untuk semua waktu yang kau sisihkan, tumpukan nasihat yang kau tuliskan, juga senyuman yang selalu kau sematkan diantaranya.

Terimakasih. Dan meski kau sempat melarangku meminta maaf, tetap mohon maafkan atas segala keluh itu. Semoga kau tak pernah bosan menguatkanku.
Adinda R. D Kinasih
16 Desember 2014



Posting Komentar

0 Komentar