Saya menuliskan ini di sela waktu istirahat yang berdurasi dua jam di hari Jumat. Diiringi kumpulan tembang One Direction, hasil unduhan saya selama berhari-hari (yang belum saya dapat seluruhnya). Entahlah, saya juga jadi menggemari boyband asal Inggris-Irlandia itu. Mendengarkan rangkaian musik, lirik, dan harmonisasi suara mereka, membawa memori saya pada Westlife, boyband Irlandia tahun 90-an, yang dulu sangat disukai telinga saya. Sayang sekali, grup yang beranggotakan Shane, Bryan, Kian, Mark, dan Nicky ini kini sudah bubar jalan.
#
Eh, maaf… Sebenarnya bukan itu topik saya hari ini. Sesuai judul di atas, para pembaca mungkin sudah bisa menerka. Anak magang. Ya, sekarang saya punya ‘status’ baru, menjadi anak magang! Magang? Di mana?
Hehehe, sebenarnya istilah tepatnya adalah PKP (Praktik Kerja Perpustakaan). Saya sedang menjalaninya sekarang, di sebuah perpustakaan yang kata orang terbesar di Asia Tenggara, Perpustakaan Proklamator Bung Karno.
#
Senin, 8 September lalu menjadi hari pertama saya memulai semua pengalaman dan tantangan baru. Tempat pertama saya menempa semuanya adalah sebuah ruang tak terlalu luas yang dipenuhi banyak buku dan kardus. Namanya Ruang Akuisisi.
Tim Akuisisi ini beranggotakan tiga orang. Bu Nurny, Mbak Deny, dan Mas Budi. Tugas mereka adalah melakukan pengadaan, klasifikasi, dan pendataan bahan pustaka baru. Biasanya, bahan pustaka ini didapat dari penerbit atau toko buku, juga dari sumbangan.
#
Saat masuk ke ruangan ini, saya seperti menemukan “surga kedua”. Ya, apalagi jika bukan karena tumpukan buku-buku bagus yang hampir semuanya belum pernah saya baca. Jangan suruh saya menyebut semua judulnya, karena banyak sekali! Mulai dari novel, biografi, kumpulan tips dan resep, buku sejarah, agama, hingga komik, semua ada!
Hari pertama, kedua, dan ketiga adalah kurun di mana saya merasa “sangat kacau”. Ya, karena saya beberapa kali salah dalam melakukan tugas saya yang bisa dikatakan sangat sederhana dan mudah, yaitu memberi stempel dan nomor induk pada setiap buku. Beberapa kali saya salah meletakkan stempel, terbalik, atau kurang jelas. Di samping itu, saya merasa canggung pada dua pegawai di Akuisisi ini, Mbak Deny dan Mas Budi, yang terlalu banyak diam dan sibuk sendiri. Berbeda dengan Bu Nurny, yang sejak awal kedatangan saya, sudah mengajak saya bicara banyak hal.
#
Memasuki hari keempat, hingga hari ini, Alhamdulillah saya sudah mulai bisa terbiasa mengerjakan pekerjaan itu. Ketika tangan saya mulai pegal, saya akan mengambil satu buku yang menarik perhatian saya, dan mulai membacanya. Ya, itulah saya, yang bisa dikatakan, di mana ada buku, di situ saya akan betah. Hehehe…
Buku-buku “langka” yang sudah saya temukan dan baca di sini ada cukup banyak, tapi baru beberapa yang habis dibaca. Diantaranya:
1. Habibie, Tak Boleh Lelah dan Kalah karya Fahmi Casofa. Buku ini memuat biografi dan perjalanan karir B.J. Habibie, lengkap dengan fotonya dari kecil hingga kini. Tak lupa, kisah cinta sejatinya dengan Ibu Ainun juga dituliskan dalam buku bersampul dominan putih, dengan gambar Pak Habibie yang mengenakan jas dan topi koboi krem, lengkap dengan senyum khasnya ini.
2. Selalu Ada Pilihan, yang berisi curahan hati Susilo Bambang Yudhoyono selama sepuluh tahun memimpin Indonesia. Saya takjub ketika pertama kali melihat buku ini, karena tebalnya mencapai 800 halaman lebih! Saya pun tak membacanya habis, hanya pada bab-bab yang menarik saja.
3. Sisi Lain Ahok, tulisan Arip Ripangi, dan Ahok, Koboi Jakarta Baru, karya Markus Gunawan, yang secara garis besar sama-sama menorehkan kisah hidup Basuki Tjahaja Purnama, dari kehidupan masa kecil, hingga karirnya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang telah memberi warna baru pada Ibukota. Mungkin, ada sebagian orang yang kurang menyukai pribadi Ahok yang keras, tapi bagi saya, Ahok adalah salah satu pemimpin yang “berani tampil beda” dan revolusioner. Indonesia memang membutuhkan figure pemimpin seperti itu, menurut saya. Itu pula yang membuat saya juga mengagumi lelaki keturunan Tionghoa ini.
4. Gara-Gara Indonesia, oleh Agung Pribadi. Dari judulnya saja sudah membuat saya penasaran. Ternyata ada beberapa peristiwa penting di dunia yang bisa terjadi karena adanya Indonesia. Dan dijamin, ketika para pembaca membaca buku ini, rasa bangga kepada Indonesia akan makin besar.
5. Rock’nRoll Industri Musik Indonesia, karya Theodore K.S, yang menuliskan sejarah permusikan di Indonesia, sejak jaman setelah Kemerdekaan hingga sekarang. Jika saya boleh bilang, “Jangan ngaku pecinta musik Indonesia kalau belum baca buku ini!” Hehehe…
Juga banyak judul lain yang sangat membuat saya penasaran, tapi karena keterbatasan waktu, saya tak bisa membaca semuanya sampai habis. Diantaranya, beberapa novel Tere Liye, juga sebuah story traveler karya Dan Sapar yang unik, karena dicetak bolak-balik, bertitel Employee (coret) Traveler of the Month. Oh ya, saya pun akhirnya bisa membaca majalah musik Rolling Stone Indonesia yang sudah lama membuat saya penasaran.
#
Jumat ini, ada yang berbeda. Saya bisa cukup banyak bertukar cerita dengan Mbak Deny, terutama tentang keadaan kaki saya. Dan hari ini pula, Bu Nurny yang baru pulang dari Yogya membawakan sekotak bakpia untuk kami di ruang Akuisisi. Saya juga ikut mencicipi jajanan khas Yogya yang identik dengan rasa kacang hijau itu. Kalau boleh lebai, saya merasakan kerinduan pada Yogya kembali melingkupi hati setiap saya menggigit kue berbentuk bulat itu, hehehe. Semoga suatu hari nanti saya bisa mengunjungi Yogyakarta lagi.
Yang tetap sama adalah tugas saya, membuka plastik, dilanjutkan memberi stempel dan nomor induk pada setiap buku baru yang tersisa. Setelah semua beres, saya kembali membaca, kali ini sebuah karya Alberthine Endah, biografi Ani Yudhoyono, Kepak Sayap Sang Putri Prajurit, sambil menanti jam pulang.
#
Itulah sekilas coretan saya, Si Anak Magang baru! Hehehe. Senin besok, saya akan beralih ke bagian Pengolahan. Terimakasih, Bu Nurny, Mbak Deny, dan Mas Budi, atas kesabarannya dalam membimbing saya selama seminggu ini. Maaf atas segala kesalahan. Kalian, Tim Akuisisi adalah sebuah keluarga baru untuk saya. Terimakasih.
Sabtu, 13 September 2014
Adinda Dara
0 Komentar