Murid baru itu nyatanya mulai mewarnai hidup saya sejak kelas dua; bukan kelas tiga atau empat seperti yang saya ingat.
Hah, rupanya sebagian memori tentang Sahabat Merah Putih satu ini sudah tergerus aneka beban dan tanggungjawab yang menyita hampir seluruh ruang di kepala. Maka, saya akan menuliskan segala yang masih saya ingat tentangnya.
***
Kehadirannya di kelas B membawa banyak warna baru. Dia langganan rangking satu, menjadi ketua kelas, dan ikut dalam sejumlah lomba. Satu lagi kabar baiknya, gadis cerdas ini salah satu sahabat saya.
Dia sering menemani saya berjalan ke mushala sekolah yang terletak di areal bangunan belakang. Lalu sabar menunggui saya yang melepas sepatu dengan sangat lamban. Kemudian membantu saya berwudhu; berdiri di belakang saya dan memegangi agar tak jatuh. Keseimbangan saya memang sangat payah kala itu. Menuju tempat wudhu adalah momok tersendiri. Terpeleset dan jatuh adalah dua yang paling membuat saya khawatir.
Ketika shalat usai, tak jarang ia yang melipatkan mukena dan memakaikan sepatu saya. Agar bisa lebih cepat dan tak diburu waktu masuk kelas.
***
Sebagai sepasang sahabat, kami tentu pernah bertengkar. Tapi bertengkarnya unik sekali bagi saya. Kami akan memilih bangku yang berjauhan, saling diam di kelas, dan mencoba mengakrabi teman yang lain.
Tapi, tunggu sampai kejutan itu ditemukan dalam tas kami. Sebuah surat, yang sengaja dimasukkan diam-diam--berisi cerita-cerita hari itu. Ya, meskipun sepanjang hari kami tak bertegursapa di sekolah, tapi kami saling bertukar surat. Dan itu yang mengisahkan semuanya.
Saat pertengkaran mereda, kami akan tertawa-tawa jika mengenang lagi isi semua surat itu.
***
Kami pun sering mengunjungi satu sama lain. Saya mengenal baik kedua orangtua dan kakaknya, dia pun akrab dengan ayah, ibu, dan adik saya.
Saya pernah menghabiskan siang hingga sore di rumahnya. Menikmati makan siang sederhana : mie instan, nasi putih, dan pindang. Saya makan bersama seluruh anggota keluarganya, diselingi obrolan penuh canda tawa.
Pernah pula, saat dia main ke rumah, saya melarangnya pulang, padahal Bapaknya sudah menunggu di teras. Akhirnya dia tetap pulang, dengan diiringi tangisan saya. Padahal, sebenarnya jarak rumah kami tak terlalu jauh. Hehehe.
***
Bahasan tentang musisi jaman itu pun turut mewarnai bincang kami. Dia penggemar berat Akhdiyat Duta Modjo alias Duta Sheila on 7, sementara saya lebih suka Once Mekel dan Dewa 19-nya. Debat kocak tentang kelebihan dan kekurangan dua vokalis itu kerap kali mengisi perbincangan kami.
Tak ketinggalan, penyanyi-penyanyi baru jebolan Akademi Fantasi Indosiar (AFI), dan drama Asia Meteor Garden menjadi favorit kami berdua. Hahaha, memang ada-ada saja tingkah kami sebagai kids jaman old 😁.
***
Rwanita Anggar Dewi,
Tahukah kamu, ada saat-saat saya merutuki keadaan ini. Ada pertanyaan, mengapa saya "berbeda" dan tak se-mandiri yang lain.
Tapi Tuhan Maha Baik, karena memberikan beberapa orang luarbiasa yang saya sebut "sahabat". Dan salah satunya kamu. Terimakasih untuk pernah mengajarkan arti kemandirian, dan tetap berada di sisi saat susah dan senang.
Kehadiranmu dan Sahabat yang lain berhasil membuat saya lebih mensyukuri keadaan ini. Terimakasih untuk tak pernah menganggap saya "berbeda".
***
Sebanyak apapun peristiwa yang menjatuhkan airmatamu, tetaplah ingat bahwa selalu ada alasan untuk tetap bahagia. Maaf jika saya terkesan sok tahu, tapi sudah lama saya ingin menyampaikan ini.
Setiap kita pasti akan dihadapkan pada sebuah kepergian. Saya tahu, rasa kehilangan dan rindumu padanya takkan pernah habis. Maka, tetaplah berdoa untuknya demi melipur rindu itu. Saya pun turut mendoakan segala yang terbaik untuknya dari sini.
Saya harap kamu tak tersinggung, dan mengerti siapa dia yang saya maksud.
***
Inilah hadiah sederhana saya untukmu. Selamat menyambut angka baru dalam usiamu tahun ini. Tetap semangat dan sehat selalu di Pontianak, ya. Jangan lupa sempatkan main ke rumah saya jika pulang ke Blitar.[]
16 Nopember 2017-untuk 19 Nopember 2017
Adinda RD Kinasih
0 Komentar