Multiplatinum untuk album L1VE TO LOVE |
Ijinkan saya mundur sedikit pada 2009. Ketika lelaki ini – yang awalnya saya pandang sebelah mata, mulai memberi kesan lain di benak saya. Tepatnya sejak Bukan Cinta Biasa hadir di telinga saya untuk kali pertama. Jika boleh sedikit lebai, jujur, aransemen dan suaranya dalam tembang itu mampu membuat hati saya tergetar seketika.
Sejenak saya heran. Ke mana dia, yang pada 2008 lalu, justru saya prediksikan sebagai penyanyi baru yang bakal susah laku? (Hehehe, maaf Bang…)
Bukan Cinta Biasa membuat saya sedikit beda. Mendadak rela merogoh kantong demi sejumlah rupiah untuk album pertamanya, yang itu pun harus saya beli keluar kota. Begitu pula dengan album kedua dan ketiga. Seakan, menyisihkan segepok uang dan sekelumit waktu demi mendapatkan sebuah kaset karyanya, seolah telah jadi “kewajiban” bagi saya.
Afgan dan piala AMI Awards-nya tahun 2012 |
Begitu pula dengan hobi saya tidur larut malam. Kalau yang ini, memang telah jadi kebiasaan sejak belasan tahun silam. Sejak saya menambahkan namanya ke dalam daftar penyanyi kesukaan, hobi ini membuat saya makin ketagihan. Sebabnya? Karena apa lagi, jika bukan karena perpaduan musik, lirik, dan suara emas yang ia suguhkan. Jika pada suatu ketika dia punya jadwal nyanyi di televisi, saya pun rela menanti, bahkan pernah hingga masuk dini hari.
Apalagi, saat ada yang menobatkannya menjadi yang terdepan, dengan satu dua piala dalam genggaman. Jangan suruh bibir saya mengendurkan senyuman.
Metamorfosa juga dialami komputer jinjing saya. Seketika, ada beberapa folder tambahan yang khusus menyimpan semua tentangnya. Hingga kini, sudah ada ratusan foto, puluhan lagu, juga belasan video, yang tak luput dari perburuan saya tiap berkunjung ke dunia maya.
#
Jangan salah. Tak selamanya menyukai seseorang itu membawa riang. Adakalanya kita harus lapang dada, jika sesuatu yang jadi pilihan justru dicerca banyak orang.
Begitu juga saya. Lima tahun menggemari musiknya, ada saja reaksi yang masuk ke telinga. Dari yang tak peduli, sampai yang setia mengomentari. Dari yang berupa sindiran hingga kritik blak-blakan, semua sudah pernah saya terima. Awalnya, selalu ada emosi yang mengiringi tiap reaksi itu. Namun lambat laun, saya telah belajar menerima, cukup menanggapinya dengan senyum, dan kadang malah berlagak tak mau tahu. Bukankah kita hidup dalam keberagaman? Jadi semestinya, perbedaan bukanlah sesuatu yang patut dipermasalahkan.
#
Afgan saat konferensi pers Konser Dari Hati |
Kini, mari kita kembali pada 2015. Sebuah tahun yang menjadi perwujudan mimpi besarnya selama enam tahun berkarya. 14 Februari lalu, adalah waktu yang menurutnya paling tepat untuk menyuguhkan sebuah pertunjukan musik berbeda.
Dari Hati. Itulah tajuk konsernya kali ini. Ada makna di balik dua kata itu, bahwa ia akan terus mempersembahkan karya yang tulus ia ciptakan dari hati. Konser ini jadi semakin istimewa, berkat sentuhan aransemen Erwin Gutawa.
Salah satu penampilan dalam Konser Dari Hati |
Jangan kira saya menonton konser itu langsung ke Jakarta. Tidak, harga tiketnya terlalu sulit dijangkau oleh kantong saya. Beruntungnya, sebuah stasiun televisi berbaik hati menayangkan siaran ulangnya malam ini.
#
Konser langsung dibuka dengan penampilannya, yang berjas abu motif kotak-kotak. Berkolaborasi dengan The Gandarianz Band, membawakan Terimakasih Cinta dalam versi lain, dengan nada tinggi yang berbeda dari biasanya. Dilanjutkan dengan Pesan Cinta dan Tak Peduli, yang diwarnai tarian kocak ciptaannya. Setelahnya, mari dengarkan Wajahmu Mengalihkan Duniaku, Rumahmu Jauh, dan Dia Dia Dia.
Afgan & Sherina saat berlatih untuk Konser Dari Hati |
Jangan beranjak, karena lagu yang dilantunkan masih banyak. Kali ini, lagu-lagunya dipadukan dengan sentuhan musik Erwin Gutawa Big Band. Betapa Aku Cinta Padamu, sebuah lagu dari album pertama, dinyanyikan pada sesi berikutnya. Disambung dengan sebuah karya Dian Pramana Putra bertajuk Semurni Kasih, serta Bunga Terakhir, yang digubah menjadi jazz. Tak ketinggalan, ia yang kini berkostum all white – dari kemeja hingga celana, berduet dengan salah seorang sahabatnya, Sherina Munaf, membawakan Demi Kamu dan Aku.
Tak terasa, sudah hampir jam setengah sembilan malam. Ia kembali ke atas panggung dengan jas dan celana hitam. Mengalunkan Sadis, dengan iringan musik orkestra Erwin Gutawa, yang ternyata menjadi penutup konser malam ini.
Ada setitik kecewa di benak saya, tapi kemudian saya ingat bahwa 28 Februari nanti, Dari Hati masih akan berlanjut, masih di stasiun televisi yang sama.
#
Afgan dan keluarga. Dari kiri: Arsya, Dhika, Afgan, Kak Dheri, Mama, dan Papanya |
Maka, tulisan ini juga harus saya akhiri sekarang. Satu hal yang dapat saya katakan untuknya. Terimakasih. Terimakasih yang besar untuk perpaduan musik, lirik, suara, dan tari yang luarbiasa. Terimakasih untuk satu setengah jam yang begitu mengesankan. Saya tunggu Dari Hati yang masih akan berlanjut minggu depan. Semoga saya bisa menyaksikan.
Selamat, Afgansyah Reza, untuk konser tunggalmu yang mengagumkan, hingga membuat senyum terus melebar sepanjang pertunjukan. Dari Hati-mu membuat semangatku meninggi.
Sekali lagi, terimakasih. Bukan hanya untuk malam ini, tapi juga untuk lima tahun yang sarat prestasi. Tetaplah menginspirasi! :)
21 Februari 2015
Adinda R.D Kinasih
0 Komentar