Ashmora Paria, Sebuah Kisah Penantian Cinta yang Tak Lekang Waktu

Identitas Buku

Judul     : Ashmora Paria
Pengarang : herlinatiens
Penerbit     : DIVA Press Jogja
Tebal Buku : 343 halaman
Cetakan Pertama : Nopember 2012

Ashmora Paria. Nama ini seperti pernah saya dengar—meski saya lupa kapan, di mana, atau dari siapa mendengarnya.
Hingga, pada akhir pekan, tepatnya akhir Desember lalu, sebuah buku—bersampulkan siluet dua orang wanita tengah berdiri bersisian menatap langit senja—mendarat di hadapan saya. Ada sebuah nama tertulis sebagai judulnya. Ashmora Paria.

Mata saya membulat sejenak. Inilah saatnya saya menuntaskan rasa penasaran akan kisah ini. Rupanya, buku ini sebenarnya sudah pernah terbit di tahun 2003, dengan judul Garis Tepi Seorang Lesbian.


Diceritakan, Ashmora Paria adalah seorang wanita yang mencintai Rie Shiva Ashvagosha, yang juga seorang wanita. Mereka bahkan telah melangsungkan pernikahan. Tapi tentu saja, pilihan ini banyak ditentang, terutama oleh keluarga Paria. Namun, Paria tak memedulikannya. Cintanya pada Rie masih tak tergoyahkan. Begitu pula Rie pada Paria.

Tapi kemudian, mereka dipaksa berpisah oleh keadaan. Rie akan dinikahkan dengan seorang lelaki. Begitu pula Paria, yang didesak agar segera mencari lelaki untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Dimulailah hari-hari itu. Hari penuh penantian akan kembalinya Rie. Selama itu, Paria merelakan seisi jiwanya diberangus rindu. Dibekap kenangan-kenangan indahnya saat masih bersama Rie. Sementara, Rie sama sekali tak datang atau sekadar memberi kabar. Paria mulai meragukan kesetiaan Rie padanya.

Di tengah penantiannya, takdir mempertemukannya dengan Devi, seorang gadis cantik yang ternyata juga jatuh hati padanya. Paria berusaha tetap mempertahankan setianya pada Rie, meski kemudian Devi sempat berhasil mengalahkan usahanya itu.
Kemudian, takdir juga mempertemukannya dengan Mahendra, lelaki teman masa kecilnya. Meski saat itu Mahendra sudah akan bertunangan dengan Savitri, namun Paria berhasil menggagalkannya.
Mahendra pun dibawa pada keluarga Paria. Rencana pernikahan mereka pun segera diputuskan.

Dilema menyergap batin Paria. Di satu sisi, ia tak ingin mengkhianati Rie, namun di sisi lain, ada tuntutan dari keluarganya yang harus ia penuhi; menikah dengan lelaki, Mahendra. Paria pun mengajukan syarat, agar Mahendra segera menceraikannya. Tapi Mahendra menolak. Dia malah semakin menyayangi Paria dengan tulus. Hal itu membuat batin Paria makin tersiksa. Dia harus bersiap melepaskan rasa cinta dan kesetiaan untuk Rie yang telah susah payah dijaganya.

Menjelang pernikahannya yang tinggal beberapa hari, tiba-tiba datang sepucuk surat dari Rie. Paria sungguh tak bisa mempercayai isi surat itu. Sekali lagi, Paria dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Tetap bersama Mahendra, atau kembali pada Rie?


Meski awalnya saya cukup kaget dengan gaya penceritaannya, novel ini tetap berhasil membuat saya terus membuka halaman demi halamannya hingga usai.

Satu hal yang saya suka dari novel yang juga dilengkapi kaset CD berisi beberapa lagu ini, yakni gaya bahasanya. Gaya bahasa herlinatiens sepertinya mirip Dewi Lestari; puitis-ilmiah. Tema yang diambil dalam novel ini pun “berbeda” dengan novel kebanyakan, yakni tentang kaum lesbian. Selain itu, saya mengenal istilah-istilah langka yang tak ditemukan dalam novel-novel kebanyakan. Dan juga dapat lebih memahami kehidupan kaum lesbian.


Akhirnya, terimakasih untuk sahabat saya yang telah meminjamkan novel ini. Tapi sepertinya rasa penasaran saya untuk novel-novel bertema “beda” ini masih belum habis. Semoga nanti ada lagi yang berkenan meminjamkan novel bertema seperti ini pada saya. (*)

17 Januari 2016
Adinda RD Kinasih


Posting Komentar

3 Komentar