Tiga yang Datang Lebih Awal


Semua berawal dari sebuah kabar besar yang dibawa penyanyi pria bermata empat itu—yang telah saya ikuti perjalanan karir bermusiknya sejak tujuh tahun lalu. Dia bilang, album keempatnya yang bertajuk Sides akan hadir serentak di Alfamidi seluruh Indonesia. Terang saja, berita itu membuat saya kegirangan. Akhirnya, album yang sudah ditunggu-tunggu sejak setahun lalu itu benar-benar akan rilis bulan ini.

Tapi kemudian, ada mendung yang sekilas menggelayuti hati saya. Sepertinya saya takkan bisa mendapatkan Sides sesegera mungkin. Ya, karena di Blitar tidak ada Alfamidi. Saya harus ke Kediri atau Malang dulu jika ingin mendapatkan album itu. Sementara, untuk saat ini, belum ada waktu luang yang cukup untuk saya bisa pergi ke sana.

Untunglah, kegalauan saya sedikit terobati, saat saya menemukan video preview album Sides yang diunggah Trinity Optima di Youtube. Dalam preview album itu, kita dapat mendengarkan cuplikan tigabelas lagu yang ada dalam album Sides. Dari preview-nya saja, saya sudah penasaran dengan tujuh lagu, diantaranya Count on Me, Berani Sadari, Brand New Day, X, Ku Dengannya Kau Dengan Dia, Setia Menunggu, dan Jalan Terus. Ah, rasanya saya ingin segera membeli album ini.


Adalah seorang gadis yang biasa disapa Anna, yang pertama kali saya kenal lewat Facebook—sekitar lima-enam tahun lalu. Hingga kemudian saya menambahkan pin BBM-nya dalam daftar kontak saya dua tahun lalu.
Meski kami sudah cukup lama berteman di jejaring sosial, sebenarnya kami jarang mengobrol. Kami hanya sesekali bertukar ucapan “apa kabar”, atau saling bertanya seputar Afgan dan Reza Rahadian, penyanyi dan aktor yang sama-sama kami sukai. Tak lebih dari itu.


Hingga kemudian, pada sebuah malam di 12 Agustus lalu, sebuah pesan masuk ke BBM saya. Rupanya itu dari Anna, yang mengomentari gambar sekumpulan kaset CD Sides yang saya pasang sebagai foto profil. Saat itu dia bertanya, apakah di Blitar tidak ada Alfamidi, yang saya jawab apa adanya. Tak disangka, Anna membalas dengan satu kalimat, “Mau dikirimin?” lengkap dengan ikon senyum lebar. Sejenak saya speechless. Tak tahu harus menjawab apa. Dalam hati, saya mau, tentu saja. Tapi saya pun tak enak juga jika terlalu merepotkannya.

Maka, saya memilih jawaban kedua. Tapi Anna tetap melontarkan tawaran yang sama. Akhirnya saya mengiyakan, dengan syarat harga kaset dan ongkos kirimnya akan saya ganti. Tapi, tak lama kemudian datang balasan Anna, sebuah kalimat sarat kekecewaan yang dibubuhi ikon cemberut. Intinya, Anna tetap bersikeras ingin mengirimkan kaset itu pada saya, tanpa ganti biaya apapun.

Seketika, saya jadi serba salah. Di satu sisi, saya merasa sangat berterimakasih. Di sisi lain, saya merasa tidak enak. Akhirnya saya mengiyakan tawaran itu.


Sejak paket itu dikirimkan, saya terus merasa gelisah. Ah, rupanya begini rasanya menunggu sesuatu. Semoga saja paket itu tiba dengan selamat di sini, pikir saya.

Hingga, pesan Anna mendarat di ponsel saya semalam, menanyakan apakah paket kirimannya sudah sampai. Saya jawab belum. Dia sendiri merasa heran, kenapa sudah tiga hari paket itu belum sampai juga. Saya mencoba menenangkannya, saya bilang mungkin paket itu akan sampai pada hari berikutnya. Anna pun berharap hal yang sama. Sebentar kemudian, rantai pesan berakhir.

Sesungguhnya, saya yang merasa berkali-kali lipat lebih cemas saat itu. Terlebih ketika saya sadar, bahwa saya salah menuliskan RT pada alamat saya. Yang seharusnya RT 7, malah saya tulis RT 3. Aduuh, kenapa saya bisa teledor begini. Kini saya benar-benar takut kalau paket itu tersasar ke alamat yang salah.

Maka, paginya, saya mencoba menghubungi nomor Pak Pos yang bertugas di Kantor Pos Blitar, yang sudah sejak lama ada di daftar kontak saya. Sayangnya, Pak Pos itu sudah lama pindah kerja ke kota lain. Namun, saya belum kehilangan akal. Membuka Google dan mencari nomor telepon Kantor Pos Blitar, menjadi langkah saya selanjutnya. Dalam waktu tak terlalu lama, saya berhasil menemukan alamat Kantor Pos Sanankulon—yang merupakan kecamatan di tempat saya tinggal, lengkap dengan nomor teleponnya. Segera saya salin nomor itu ke ponsel.

Setelah coba menelepon dua kali tanpa ada kejelasan, akhirnya di jam sembilan pagi, saya mendapatkan jawaban tentang keberadaan paket itu. Rupanya, paket itu masih berada di Kediri, dan kemungkinan akan sampai di rumah saya esok hari. Mendengarnya, saya jadi lebih lega. Terlebih ketika saya tahu, bahwa yang biasanya bertugas mengantar paket sudah hafal dengan alamat rumah saya. Jadi, kesalahan penulisan RT tadi tak terlalu berpengaruh.


Jam setengah dua, siang ini. Saya hampir terlelap, saat tiba-tiba Ayah memasuki kamar saya sambil membawa sebentuk kotak sedang bersampul coklat. Seketika, kedua mata saya melebar. Buru-buru saya baca nama pengirimnya, dan benar. Ini dari Anna! Wah, kejutan besar! Ternyata paketnya sudah sampai hari ini!

Segera saya buka, dan untuk kedua kalinya saya terkejut saat mengetahui isinya. Bukan hanya sekeping kaset baru Afgan yang ada di sana, tapi ada pula sebuah kotak musik berbentuk hati, berwarna merah marun, lengkap dengan ballerina mungilnya. Dan satu lagi, gantungan kunci! Wah! Ini sungguh di luar dugaan. Inilah tiga hadiah yang datang lebih awal.


Ini tertulis untuk Anna. Tak ada kata lain yang bisa saya ucapkan, selain terimakasih. Terimakasih banyak. Kamu tahu? Sebenarnya sekeping Sides saja sudah lebih dari cukup. Tapi ini malah kamu tambahkan dua benda lagi.
Terimakasih untuk tiga hadiah yang datang lebih awal ini. Ya, saya anggap ini sebagai kado ulangtahun saya yang ke-24 di bulan depan, hehehe…
Tak lupa, terselip doa juga buatmu. Semoga kamu dan keluargamu selalu sehat, bahagia, dan selalu berada dalam lindungan-Nya. Kapan-kapan main ke Blitar, ya!

Satu hal lagi, sepertinya benar apa yang pernah saya tulis dalam catatan beberapa tahun lalu.
Bahwa sejatinya, semua Afganisme adalah keluarga.

Dan untuk Afgan, selamat atas terwujudnya album keempatmu. Terimakasih untuk masih tetap bernyanyi dan menginspirasi.





19 Agustus 2016
Adinda RD Kinasih


Posting Komentar

1 Komentar